Pengamat: Satgas Pemberantasan Impor Ilegal Harus Efektif Demi Lindungi Industri Keramik Dalam Negeri

Minggu, 28 Juli 2024 – 20:53 WIB
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mendukung penuh pembentukan Satgas Pemberantasan Impor Ilegal untuk mengatasi banjirnya produk keramik impor di dalam negeri.

Menurut Trubus, untuk membendung produk keramik impor lebih baik pemerintah fokus menggenjot produksi keramik lokal sembari memberantas produk keramik ilegal yang dinilai membanjiri pasar dalam negeri.

BACA JUGA: Komisi VI DPR Bakal Panggil KADI Perihal Rencana Pengenaan BMAD Keramik Porselen

“Menurut saya, persoalan kita ini seharusnya membendung agar impor ilegal itu tidak masuk. Tapi juga kita harus menggenjot industri dalam negeri untuk memenuhi pasar,” ujar Trubus, Minggu (28/7/2024).

Trubus menyatakan saat ini penting bagi pemerintah mencari biang kerok masuknya barang impor ilegal yang mengakibatkan banyak basis produksi dalam negeri tumbang.

BACA JUGA: FOSBBI Sikapi Hasil Penyelidikan KADI Soal BMAD Ubin Keramik

Sebab melemahnya industri keramik dalam negeri, lanjut Trubus, bukan akibat adanya praktik dumping melainkan karena maraknya produk impor ilegal yang diduga karena longgarnya penegakan hukum terhadap importir nakal.

Oleh karena itu, Trubus mendorong pemerintah memberikan penguatan terhadap para penegak hukum supaya memberikan sanksi yang tegas terhadap importir nakal.

BACA JUGA: HIPMI Sebut Rencana BMAD Ubin Keramik Berpotensi Mengancam Program 3 Juta Rumah Prabowo – Gibran

“Saya melihat ini soal law enforcement. Jadi, penegakan aturan tidak jalan jadi pasar ilegal merajalela,” ucapnya.

Trubus mengatakan tidak hanya importir nakal, pemerintah juga harus mengoreksi ke dalam, pasalnya tidak sedikit oknum aparat atau pegawai pemerintah yang bermain mata dengan mafia impor.

Perilaku jahat ini, kata Trubus, harus dikenakan pasal pidana atau hukuman yang seberat-beratnya, karena sudah pasti merugikan perekonomian Indonesia.

“Ini yang dipermasalahkan di birokrasi kita juga, jadi di birokrasi kita itu yang harus ditegakkan kalau perlu ASN, pejabatnya diganti semua kalau terbukti melanggar, mereka-mereka yang sudah mendapatkan keuntungan dipidana kan saja,” tegasnya.

“Terus kepada mereka importir yang nakal itu juga dikenakan sanksi yang berat, karena itu merusak pasar, pasti merugikan perekonomian Indonesia. Jadi mereka itu juga harus di hukum seberat-beratnya kan banyak tuh impor-impor yang nakal,” sambungnya.

Lebih lanjut, Trubus menyampaikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas mengawasi barang ekspor dan impor harus dibersihkan dari oknum, jika tidak segera dibenahi maka jangan aneh apabila barang impor ilegal menggerogoti perekonomian dan merusak pasar Indonesia.

“Buruknya Bea Cukai dan juga mafia-mafia yang bermain, yang kemudian para elit juga di pemerintahan yang terlibat menjadikan barang-barang impor ilegal masuk banyak sekali dan masif. Jadi, kalau kita sendiri tidak bisa menyaring akan tetap seperti itu,” paparnya.

Lebih lanjut, Trubus juga menyampaikan pemberantasan produk impor ilegal harus diberantas bukan hanya hilirnya saja seperti para pedagang eceran, tetapi juga dari hulunya. Perlu sanksi yang tegas seperti ancaman proses hukum atau pidana agar memberikan efek jera.

“Jadi, dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dari hulu sampai ke hilirnya. Jadi produk impor ilegal itu tidak ada lagi yang masuk, termasuk yang para elit yang melakukan itu harus diproses hukum pidana, tapi kalau hanya model konvensional seperti sekarang ini tidak bisa karena yang rusak atau rugi itu kita sendiri,” ucapnya.

Trubus mencontohkan negara tetangga seperti Malaysia yang ketat sehingga hampir tidak ditemukan kasus impor ilegal karena pemerintahannya menyaring secara ketat dan pejabatnya serius melindungi produksi dalam negeri.

“Kenapa negara kayak Malaysia tidak ada karena mereka tidak mau, Malaysia ketat,” ujar Trubus.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler