Pengamat Sebut DPR Malu Cabut Hak Angket Menkumham

Minggu, 26 April 2015 – 14:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, secara substansi pengajuan hak angket terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly tidak berdasar.

Pasalnya, hak angket itu digunakan untuk menyelidiki kebijakan penting dan strategis eksekutif yang berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA: Kasus Gratifikasi BG Terancam Dihentikan

"Dalam konteks hak angket terhadap Menkumham, tentu menjadi polemik soal apa ada dampak luas terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, dan apakah keputusan Menkumham bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau tidak," kata Ray Rangkuti, Minggu (26/4).

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional itu menilai, rencana pengajuan hak angket oleh Komisi III DPR sesungguhnya hanya sebagai alat penekan. “Tetapi itu tidak mempan," tambah Ray.

BACA JUGA: Ini Pesan Mengharukan Mary Jane untuk Kedua Buah Hatinya

Ray menambahkan, DPR sebenarnya sadar bahwa substansi dan momentum hak angket untuk Menkumham sudah tidak tepat. Karena itu, Ray yakin, mereka ingin membatalkannya.

"Tetapi mengumumkan pembatalan atau pencabutan hak angket kan malu juga. Karena itu, diciptakan situasi atau jalan yang berkelok-kelok sehingga akhirnya orang lupa akan hak angket," ungkapnya.

BACA JUGA: Permintaan Mary Jane Kepada Para Saudaranya

Menurut Ray, selain substansi tidak jelas dan digunakan sebagai alat penekan, momentum hak angket juga sudah sirna. Pasalnya, sejumlah partai politik juga tidak mendukung.

"Coba perhatikan, setelah PAN, Partai Gerindra yang terakhir tidak sepakat dengan hak angket itu. Artinya tinggal PKS sendiri. Itu artinya hak angket itu sudah selesai dan tidak diperlukan lagi," tegas Ray. (fas/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Caper di Belakang Jokowi, JK tak Senang Penunjukkan Luhut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler