jpnn.com - JAKARTA - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Atmajaya Jakarta, Benediktus Hestu Cipto Handoyo mempertanyakan latar belakang revisi UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Menurutnya, alasan revisi UU MD3 sebagai hasil kesepakatan damai antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP) patut dipertanyakan.
"UU MD3 direvisi DPR atas dasar kesepakatan Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Pertanyaan saya, koalisi ini jenis makhluk apa dalam sistem parlemen Indonesia?” kata Benediktus dalam Dialog Kenegaraan "Revisi UU MD3 Buat Siapa?" di gedung DPD, kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (26/11).
BACA JUGA: MenPAN-RB Puji Manfaat Inovasi BMKG bagi Masyarakat
Menurutnya, KMP dan KIH hanya jelas namanya. Namun, dalam sistem parlemen Indonesia kedua koalisi itu ibarat organisasi tanpa bentuk (OTB). "Ada namanya, tapi OTB yang seharusnya berada di bawah pengampuan, tapi malah jadi ampu," ujarnya.
Jadi, lanjut Benediktus, revisi UU MD3 jelas bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, tapi demi koalisi dan kekuasaan partai politik. Arahnya pun hanya untuk bagi-bagi posisi.
BACA JUGA: Aksi Brutal Polisi di Musala, MUI: Ini Sudah Penghinaan
"Hasilnya lahir demokrasi prasmanan, semua boleh ambil makanan. Jabatan jaksa agung, KPK, MK, MA semua dimasuki partai politik. Jadi tenaga profesional yang ada harus jadi kader partai politik dulu kalau ingin jadi pimpinan di lembaga-lembaga negara," tegasnya.(fas/jpnn)
BACA JUGA: KPK Pindahkan Mobil Mewah Adik Atut
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumor Perpecahan, Abraham Samad: Itu Gosip Murahan
Redaktur : Tim Redaksi