Pengamat Sebut Pernyataan Perwakilan Bank Dunia soal Politik RI Menyalahi Tupoksi

Kamis, 29 Februari 2024 – 17:30 WIB
Dosen Komunikasi Universitas Binus Putro Mas Gunawan. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Dosen Komunikasi Universitas Binus Putro Mas Gunawan menilai pernyataan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen terkait program makan siang dan susu gratis telah menyalahi tupoksinya.

Putro memandang ucapan Satu yang tiba-tiba mengomentari rencana program pasangan Prabowo-Gibran merupakan bentuk cewe-cawe pada isu domestik Indonesia.

BACA JUGA: Istana Sudah Membahas Program Makan Siang Gratis, Apakah Itu Tak Mendahului KPU?

"Secara konteks, kita bisa memaknai ucapan Satu itu secara politis. Pertama soal posisi Satu sebagai wakil Bank dunia. Kemudian fakta soal isu yang dikomentari itu hingga kini masih berada di ranah politik domestik Indonesia. Faktanya program ini masih dalam tataran program kampanye salah satu paslon yang masih berkontestasi dalam Pemilu 2024," tulis Putro dalam keterangannya, Kamis (29/2).

Menurut Putro, meski Prabowo-Gibran unggul mutlak dalam perhitungan sementara, secara resmi paslon itu belum ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU.

BACA JUGA: Makan Siang Gratis Masuk APBN 2025, Mahfud: Kurang Tepat

Dia pun mempertanyakan mengapa seorang wakil Bank dunia masuk pada ranah isu yang masih bersifat politis.

"Ucapan Satu jelas keluar dari batasan tupoksinya sebagai wakil Bank dunia. Mengomentari program kampanye salah satu capres yang secara resmi masih berkontestasi adalah sebuah bentuk arogansi. Satu secara gegabah telah mencampuri urusan politik di Indonesia," ujarnya.

BACA JUGA: Detik-Detik Mbak Ayuk Mencampur Sianida ke Kopi yang Diminum Pelajar

Menurut dosen yang juga pengajar di STAN itu, ucapan Satu adalah cermin arogansi yang sejatinya kerap ditunjukkan Barat pada negara berkembang.

Dia lantas menukil artikel yang ditulis oleh profesor Institute for Environmental Science and Technology (ICTA-UAB), Jason Hickel.

Dalam artikelnya, Hickel memaparkan paradoks dari institusi bank dunia.

Putro mengatakan institusi yang justru menjadi hegemoni negara barat macam Amerika dan Eropa.

Putro menyontohkan Amerika memiliki veto atas setiap keputusan krusial bank dunia.

Sebaliknya negara Eropa memiliki porsi setengah dari suara di bank dunia. Sebaliknya mayoritas negara berkembang yang mewakili 85 persen populasi dunia hanya memiliki suara minoritas.

"Jelas fakta ini merupakan sebuah lelucon bagi dunia yang katanya makin inklusif. Meski bank dunia kerap menunjuk pejabatnya dari negara dunia ketiga, macam Sri Mulyani dari Indonesia, hal itu tak sekadar kamuflase atau proxy atas kepentingan belaka. Sebab, secara prinsip Bank Dunia dibangun atas fondasi yang makin melahirkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi di dunia," katanya

Walhasil, lanjut Putro, suara dari Bank Dunia tidak selamanya mencerminkan kepentingan bersama.

Ucapan Bank Dunia lebih sering menjadi representasi kepentingan barat, utamanya Amerika dan Eropa.

Prinsip itu yang menurut Putro bisa jadi dilekatkan pada konteks ucapan Satu Kahkonen soal program makan siang dan susu gratis.

"Agaknya Bank Dunia dan pemerintah Indonesia mesti bersikap tegas pada tindakan Satu Kahkonen. Kesalahan fatal Satu mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia mesti dikompensasi dengan ditariknya sang perwakilan bank dunia itu dari Indonesia," ujarnya.

Putro lantas menukil ucapan komika wanita Amerika, Sarah Silverman; "We don't live in a democracy; we live in hypocrisy". (rhs/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Profil Prabu Revolusi, Komisaris PT Kilang Pertamina Internasional


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler