jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menanggapi pernyataan tim pemenangan pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) yang menyinggung bahwa suara Pramono Anung-Rano Karno lebih kecil dari angka golongan putih (Golput).
Menurutnya, komentar tersebut justru menunjukkan indikasi bahwa tim RIDO masih belum menerima kekalahan mereka.
BACA JUGA: Timses RIDO Akan Laporkan Bawaslu ke DKPPÂ Soal Pelanggaran di TPS Pinang Ranti
"Kalau soal itu, ada yang lebih parah. Makanya, mengapa mereka harus menyinggung soal Golput? Mereka (KIM) seharusnya menyoroti keberanian untuk menghadapi lawan yang sesungguhnya, bukan hanya melawan kotak kosong," ujar Ray saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/12).
Ray juga menyinggung soal banyaknya kandidat dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang hanya melawan kotak kosong dalam beberapa kontestasi politik.
BACA JUGA: Pilkada Jakarta 2024: Tim Pemenangan RIDO Siapkan Gugatan ke MK
"Seharusnya menjadi bahan refleksi bagi tim RIDO sebelum mengkritik pihak lain," lanjutnya.
Ray menilai bahwa upaya tim RIDO mencari alasan atas kekalahan mereka sangat lemah dan tidak berdasar.
BACA JUGA: Tim Hukum RIDO Minta KPU DKI dan Bawaslu Respon Laporan Dugaan Kecurangan
"Kalau dilihat dari pernyataan ini, jelas sekali tim pemenangan RIDO tidak terima kekalahan. Lalu mereka mencari faktor-faktor yang dianggap memengaruhi hasil, salah satunya soal undangan pemilih (C6), tetapi itu sangat kecil dan lemah," katanya.
Menurutnya, analisa bahwa suara Pramono-Rano kalah dari angka Golput tidak relevan, karena faktanya pasangan RIDO sendiri justru lebih buruk lagi dibandingkan angka Golput.
"Kalau Pramono-Rano kalah dari Golput, pasangan RIDO ini lebih parah lagi. Apa tidak malu meminta putaran kedua?" tegasnya.
Lebih lanjut, Ray juga menyoroti upaya tim RIDO untuk mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau mereka sudah kalah dari golput, kok, masih ngotot untuk putaran kedua?. Saya melihat dasar mereka untuk menggugat ke MK terkait tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak cukup kuat," katanya.
Namun, Ray juga mengingatkan bahwa hasil akhir tetap bergantung pada pertimbangan hakim MK.
"Di republik ini, kalau aturan menghambat tujuan, ya, aturannya yang diubah. Kita lihat saja nanti bagaimana pertimbangan hakim," pungkas Ray.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Kenny Kurnia Putra