jpnn.com, JAKARTA - Munculnya wacana penambahan kursi pimpinan DPR menjadi tujuh kursi, pimpinan MPR menjadi 11 kursi dan pimpinan DPD menjadi 5 kursi dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) adalah permintaan yang memuakkan.
“Saya kira tak pantas DPR meminta penambahan kursi pimpinan di saat kinerja lembaga tersebut tak henti-hentinya disoroti, seringkali blunder dan mendapat kritikan, belum lagi capaian produktivitas menghasilkan undang-undang tergolong masih rendah (prolegnas),” kata Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago kepada wartawan, Selasa (30/5).
BACA JUGA: Pasca-Bom Kampung Melayu, DPR Tuntaskan RUU Terorisme
“Ngototnya DPR, MPR dan DPD untuk menambah kursi pimpinan jelas mencoreng arang di dahi di lembaga itu sendiri. Bagaimana tidak, selama ini kerja lembaga tersebut belum cukup memuaskan publik,” tegas Pangi.
Menurutnya, argumentasi yang menjadi dasar penambahan kursi pimpinan lembaga negara tersebut masih lemah dan dipastikan wacana tersebut akan mengalami patahan di tengah jalan.
BACA JUGA: DPR dan Pemerintah Harus Segera Merevisi UU Terorisme
Ada beberapa alasan mengapa kelompok masyarakat menolak penambahan kursi pimpinan DPR, MPR dan DPD tersebut? Pertama, penambahan kursi pimpinan lembaga tersebut tidak penting dan lebih terkesan bagi-bagi kursi elite yang tamak kekuasaan semata. Apakah ada jaminan dengan bertambah kursi pimpinan DPR punya korelasi dan berimplikasi terhadap meningkatnya kinerja serta menghasilkan produk undang-undang yang secara kuantitas dan kualitas bermutu?
Apabila kita komparasi, dulu kursi pimpinan DPR berjumlah 4 orang, lebih optimal dan tergolong tinggi menghasilkan produk undang-undang dibandingkan dengan jumlah komposisi 5 kursi pimpinan DPR sekarang.
BACA JUGA: Paham Radikal Masuk Kampus, Rektor Harus Mawas Diri
“Saya kira, modus operasi penambahan kursi pimpinan DPR lebih kepada bagaimana mengkomodasi kehendak PDIP memperoleh kursi pimpinan DPR, sebab tak lazim pemenang pemilu tidak memperoleh kursi pimpinan DPR,” katanya.
Kedua, wacana penambahan kursi pimpinan DPR hanya akan memicu sentimen negatif, politisi yang tidak mau mendengar arus bawah, pura-pura tuli serta cuek bebek. Pertaruhannya jelas tidak main-main, merugikan citra institusi DPR secara lembaga.
“Selama ini DPR sudah bersusah payah membangkitkan kembali animo kepercayaan publik (trust bulding) namun dengan menguatnya wacana tersebut, jelas masyarakat kembali dis-trust terhadap lembaga tersebut,” kata Pangi yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting.
Alasan ketiga, menurut Pangi, penambahan kursi pimpinan DPR, MPR dan DPD jelas ujungnya pemborosan dan pada akhirnya cukup menguras dan membebani APBN, momentumnya tidak tepat di saat pemerintah judulnya sedang ikat pinggang menghemat dan memangkas anggaran di beberapa kementerian.
Keempat, wacana penambahan kursi pimpinan DPR untuk siapa? Memang iya sangat penting untuk partai, namun belum untuk rakyat.
Alasan penambahan kursi pimpinan DPR yang disampaikan Setya Novanto dalam rangka menjaga kekompakan, kebersamaan dan kesolidan di antara partai-partai, dinilai Pangi, argumen tersebut sangat lemah dan tak mendasar sama sekali.
“Saya pikir, wacana ini perlu dipertimbangkan lagi secara hati-hati, masak-masak dan matang, karena belakangan santer mendapat kecaman dan penolakan keras dari masyarakat,” ujar Pangi.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sodik Mudjahid Usulkan Perubahan Tradisi Sidang Isbat
Redaktur & Reporter : Friederich