SERANG - Angka pengangguran di Provinsi Banten tertinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia, yakni mencapai 10,74 persen dari jumlah penduduk. Pengangguran di provinsi ke-30 itu didominasi warga pribumi. Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) menyebutkan pada Februari 2012, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten paling tinggi di tanah air.
Persentase pengangguran provinsi itu berada sedikit di atas Provinsi DKI Jakarta yakni 10,74 persen. Sedangkan untuk TPT DKI Jakarta sendiri 10,72 persen. Angka TPT dua provinsi bertetangga itu, jauh berbeda dengan Kepulauan Bangka Belitung yang TPT hanya 2,78 persen dan Provinsi Bali dengan TPT 2,11 persen. Sedangkan urutan TPT terkecil yakni Provinsi Sulawesi Barat yang jumlah penganggurannya hanya 2,07 persen dari jumlah penduduk.
Sementara itu, data BPS Provinsi Banten menyebutkan, jumlah angkatan kerja di provinsi yang dua periode dipimpin Ratu Atut Chosiyah itu pada Februari 2012 bertambah 233.963 orang. Jadi, bila pada Februari 2011 lalu angkatan kerja di Provinsi Banten 5.164.681 orang, tapi pada Februari 2012 melonjak menjadi 5.398.644 orang. Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja juga mengalami penambahan sebanyak 351.369 orang.
Sehingga pada Februari 2012 tercatat ada 4.818.967 orang yang bekerja di Provinsi Banten. Adapun yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dengan jumlah 1.195.674 orang. Jumlah itu seperempat penduduk yang bekerja (24,81 persen). Walaupun pengangguran di Provinsi Banten 2012 tertinggi di tanah air, namun angka TPT di provinsi dengan 8 kota/kabupaten itu menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,50 persen.
Pengamat ekonomi Universitas Ageng Tirtayasa (Untirta) Dahnil Anzar mengatakan, tingginya angka pengangguran di Provinsi Banten bukan disebabkan kaum pendatang. Berdasarkan penelitiannya, pengangguran di provinsi itu justru didominasi warga asli Banten. Pernyataan ini sekaligus membantah klaim Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang mengatakan tingginya angka pengangguran karena banyaknya pendatang.
Sebab menurut Dahniel, kaum urban yang datang ke Provinsi Banten lebih siap menghadapi lapangan pekerjaan, sekalipun pekerjaan itu di sektor informal seperti pedagang kaki lima atau pembantu rumah tangga. ”Ketika seseorang pindah dari satu tempat ke tempat lain, dia akan lebih siap dengan pekerjaan apapun. Karena itu menjadi pertimbangan pertama ketika dia pindah domisili,” ungkapnya.
Sebelumnya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat memaparkan perkembangan pembangunan Provinsi Banten di hadapan anggota DPR RI asal Banten serta sejumlah tokoh Banten, pekan lalu mengatakan ada pekerjaan rumah di daerah yang dia pimpin yakni masih tingginya angka pengangguran dan angka kemiskinan. Terkait pengangguran, Atut mengungkap telah melakukan berbagai cara.
Diantaranya terus mendatangkan investor dari luar. ”Meski pembangunan berkembang di Banten, tapi kami juga masih mempunyai tugas untuk menurunkan angka pengangguran dan angka kemiskinan,” ungkap Atut juga.
Dalam kesempatan tersebut, Atut juga mengungkapkan tingginya angka pengangguran dikarenakan banyaknya kaum urban. Karena itu, pihaknya berencana akan menggelar operasi yustisi kependudukan untuk menjaring kaum pendatang.
”Banyaknya kaum urban ini mengakibatkan tingginya angka pengangguran di Banten,” cetusnya. Berdasarkan indikator pembangunan makro Provinsi Banten, pengangguran mencapai 680.564 orang.
Dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Banten Tahun Anggaran 2011 yang disampaikan Ratu Atut Chosiyah pada rapat paripurna DPRD Banten, Rabu (18/4/) lalu, dia mengakui tidak bisa menekan angka pengangguran menjadi 620 ribu orang sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2007-2012. (bud)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wa Ode Siapkan Pembuktian Terbalik
Redaktur : Tim Redaksi