Pengangkatan Hakim Anwar Jadi Komisaris Patra Niaga Menyalahi Aturan?

Jumat, 03 Juli 2020 – 21:03 WIB
Kantor Pusat Pertamina. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Law Reform Institute (ILRINS) Jeppri F Silalahi mengatakan patut diduga pengangkatan Hakim Anwar sebagai komisaris Pertamina Patra Niaga melanggar peraturan perundang-undangan dan mencoreng wajah profesi mulia hakim.

Jeppri mengemukakan pandangannya berdasarkan klarifikasi Pejabat Humas PN Jakarta Pusat, Bambang Nurcahyono.

BACA JUGA: Ada Pengumuman Penting dari Pertamina untuk Warga di Surabaya dan Malang

Menurutnya, Anwar mengajukan pengunduran diri sebagai hakim ad hoc Tipikor sejak ditetapkan sebagai komisaris pada RUPS Patra Niaga yang digelar 12 Juni lalu.

"Artinya, saat ditetapkan sebagai komisaris dalam RUPS Patra Niaga, Saudara Anwar masih berstatus sebagai hakim ad hoc. Jadi, patut diduga Kementerian BUMN dan Saudara Anwar bersama-sama melanggar peraturan perundang-undangan dan mencoreng wajah profesi mulia hakim," ujar Jeppri di Jakarta, Jumat (3/7).

BACA JUGA: BNI Syariah Mulai Pasarkan KPR Subsidi FLPP

Menurut Jeppri, Kementerian BUMN seharusnya meminta dan memeriksa terlebih dahulu surat resmi keputusan pemberhentian Anwar sebagai hakim, barubisa menetapkannya sebagai komisaris di Patra Niaga.

Jeppri beralasan, ada aturan dan mekanisme formil yang wajib dipenuhi seseorang saat mengajukan pengunduran diri. Apalagi untuk posisi pemberhentian seorang hakim, harus dengan keputusan presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

BACA JUGA: Prajurit TNI AL Kejar KM Sinar Mulya 06, Kemudian Tahan dan Geledah, Oh Ternyata

Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat 4 UU Nomor 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

“Jadi dapat disimpulkan saudara Anwar sebagai hakim ad hoc telah melakukan rangkap jabatan dan itu melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam UU Pengadilan Tipikor pasal 15 dan Kode Etik serta Pedoman Prilaku Hakim," katanya.

Jeppri meminta agar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan Anwar.

Jeppri juga menduga pengangkatan Anwar sebagai komisaris, melanggar ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor 03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Komisaris Anak Perusahaan BUMN.

“Keberanian membatalkan pengangkatan Hakim Anwar sebagai Komisaris Pertamina Patra Niaga merupakan kepatuhan terhadap undang-undang dan membuktikan pengangkatan itu tidak terkait dengan aroma imbal jasa atas kasus-kasus korupsi para dirut BUMN yang dahulu pernah ditanganinya di pengadilan tipikor," katanya.

Jeppri secara khusus juga mengingatkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk tidak ugal-ugalan dalam mengambil suatu keputusan. Sebab segala sesuatu tindakan keputusan pejabat negara ada aturan main. Jika tidak paham, sebaiknya belajar dan bertanya dulu sebelum membuat keputusan.

Jeppri kemudian memaparkan sejumlah catatan selama Anwar menjadi hakim ad hoc Tipikor. Tercatat pernah menangani sejumlah kasus besar, di antaranya kasus traveller cheque, penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), KTP elektronik dan menangani perkara korupsi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara Rp 17 triliun.

Anwar juga tercatat pernah membuat kontroversi dengan mengajukan putusan berbeda (dissenting opinion) atas terdakwa mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 568 miliar.

Anwar juga menjadi hakim dalam kasus suap PLTU Riau yang memvonis bebas mantan dirut PLN Sofyan Basir. Pernah menghebohkan dunia peradilan lewat pose dua jari bersama sejumlah hakim lain. Pose itu dilakukan saat tahapan Pilpres 2019.

Akibatnya, para hakim yang ada dalam foto tersebut diperiksa Badan Pengawas Mahkamah Agung.(gir/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler