jpnn.com, JAKARTA - Tim gabungan pengawas ketenagakerjaan menemukan enam pelangaran ketenagakerjaan di pabrik korek api milik PT Kiat Unggul, yang terbakar pada Jumat (20/6) lalu. Tim pusat dan daerah tersebut sudah menyelesaikan investigasi tahap awal di pabrik yang berlokasi Desa Sabirejo, Binjai, Langkat, Sumatera Utara tersebut.
"Enam pelanggaran itu menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di perusahaan tersebut. Sikap pengawas jelas, tiap pelangaran harus ditindak,” kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, Senin (24/6/2019).
BACA JUGA: Indonesia Dorong Negara G-20 Bekerja Sama Sukseskan Bonus Demografi
Enam pelanggaran tersebut, pertama, perusahaan tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terkait kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik fisik maupun mental.
Kedua, perusahaan mempekerjakan pekerja anak atas nama Rina umur 15 tahun. Ketiga, perusahaan belum membuat wajib lapor ketenagakerjaan untuk lokasi kejadian. Diketahui, pabrik tersebut merupakan cabang dari PT Kiat Unggul yang berada di Jalan Medan - Binjai KM 15,7, Kabupaten Deliserdang, Sumut.
BACA JUGA: Menaker Hanif Ingin Buat BLK Fashion Kelas Dunia
Perusahaan tidak melaporkan keberadaan cabang perusahaan tersebut kepada Dinas Ketenagakerjaan sehingga keberadaannya tak tercatat oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan masuk kategori ilegal.
Keempat, perusahaan membayar upah tenaga kerja lebih rendah dari ketentuan upah minimum Kabupaten Langkat. Kelima, perusahaan belum mengikut sertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
BACA JUGA: Indonesia Dorong Pengesahan Deklarasi ILO tentang Kerja Masa Depan
“Hanya satu pekerja yang sudah didaftarkan pada BPJS Ketenagakerjaan, selebihnya belum,” kata Menaker.
Keenam, lanjut Menaker, perusahaan belum melaksanakan sepenuhnya syarat-syarat Keselamatan Kesehatan Kerja (K3). Dari olah tempat kejadian perkara, diketahui sumber api berasal dari pintu belakang yang menjadi akses keluar masuk pekerja. Sedangkan pintu depan terkunci. Sehingga saat terjadi kebakaran para pekerja tak bisa keluar menyelamatkan diri karena tidak ada jalur evakuasi.
Perusahaan juga tidak memiliki alat pemadam kebakaran dan sirkulasi udara yang memenuhi syarat. Pabrik tidak dilengkapi fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tidak tersedia alat pelindung diri (APD), serta berbagai pelanggaran lain.
Secara terpisah, Pelaksana Harian Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PNK3), Amarudin mengatakan dari 30 korban meninggal, hanya satu pekerja yang telah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan yakni atas nama Gusliana. Ahli waris akan mendapatkan santunan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 150.411.288.
Sedangkan untuk santunan ahli waris pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara akan membuat penetapan yang menyatakan para korban sebagai korban kecelakaan kerja, agar ahli waris korban mendapatkan santunan kecelakaan kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Kebakaran pabrik mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. Mereka terdiri dari 24 pekerja borongan termasuk di dalamnya seorang pekerja anak atas nama Rina (15 tahun), lima anak sebagai pekerja borongan serta seorang adik pekerja yang sedang berkunjung ke pabrik tersebut. Terdapat empat pekerja yang selamat dari insiden tersebut.(adv/jpn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sikap Indonesia Terhadap Dua Rekomendasi Terbaru Organisasi Perburuhan Internasional
Redaktur : Tim Redaksi