Tapi edaran itu bagai macan kertas. Di tingkat pengecer mereka menjual di atas HET. Seperti yang dilakukan Salsiah salah satu pengecer. Ia mengaku menjual minyak tanah seharga Rp 4 ribu per liter atau Rp 20 ribu per lima liternya. Sebelum pembatasan minyak tanah subsidi dilakukan, ia menjual sebesar Rp 17 ribu per lima liter atau Rp 3.400 per liter. Perempuan paruh baya ini mengatakan, keputusan menaikkan harga minyak tanah eceran ini disebabkan karena faktor mahalnya ongkos transportasi untuk mengangkut minyak tanah dari pangkalan ke tempatnya pengecer yang mencapai Rp 30 ribu per drumnya.
“Ongkos transport itu pengecer sendiri yang menanggung, makanya kalau kalau tidak dinaikkan untungnya kecil,” jelasnya. Terlebih, jatah minyak tanah yang disuplai kepada pengecer, kata Salsiah tidak penuh yakni 200 liter per drum, tapi hanya sekitar 195 liter saja. Jika masih diberlakukan harga yang lama, yakni Rp 17 ribu per 5 liter, ia mengaku merugi.
“Kalau sampai penuh 200 liter jarang terjadi, banyak kurangnya. Karena waktu ngukur minyak tanah didrum itu saat berbusa, jadi kelihatan penuh padahal belum penuh,” imbuhnya.
Ia mangaku, harga yang diterapkannya itu juga masih sebatas wajar dan tidak terlalu mahal seperti kebanyakan pengecer atau pangkalan lainnya yang menaikkan harga hingga Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu per lima liter. Dinaikkannya harga itu juga berdasarkan kesepakatan antar pengecer lainnya. Kata dia, ini untuk mengantisipasi kenaikan minyak tanah yang akan berlaku 1 Mei nanti, karena sudah tidak ada minyak tanah bersubsidi. “Antar pengecer kompak untuk naikkan harga. Kita sengaja hanya menaikkan Rp 20 ribu per lima liter, karena kasihan warga juga banyak yang tidak mampu, ada kerja bangunan, buruh dan pembantu juga ada,” terangnya.
Sementara itu Alfin, salah satu pemilik pangkalan minyak tanah di bilangan Karang Bugis mengaku masih menerapkan HET, meskipun jatah yang diterimanya jauh berkurang dibanding kondisi normal. Ini membuat pendapatannya berkurang, sebab dengan ditariknya subsidi minyak tanah dan harga tidak naik, penjualan menurun drastis.
“Kalau rugi tidak, tapi penjualan turun karena jatah berkurang,” tegasnya.
HET yang ditetapkan pemerintah menurut Alfin harus dijalankan karena merupakan aturan yang harus dipatuhi, meskipun membuat pendapatan pengusaha kecil seperti dirinya menurun. Sebelum penarikan subsidi minyak tanah diberlakukan, pengusaha ini mengaku mendapat suplai dari agen sebanyak 4 drum setiap hari atau 800 liter. Tapi saat ini jatahnya dibatasi hanya 2 drum atau 400 liter dua hari sekali, minus hari minggu dan hari nasional.
“Sebenarnya sehari satu drum, tapi karena sedikit, khawatir tidak cukup saat dibagikan ke masyarakat, makanya saya memilih dua hari sekali disuplai sebanyak dua drum supaya bisa cukupi kebutuhan masyarakat,” jelasnya.(jnu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penderita TBC di Kalbar Sulit Dideteksi
Redaktur : Tim Redaksi