jpnn.com - SURABAYA - Warga di lokalisasi Dolly dan Jarak, Surabaya terus bergolak. Belum usai upaya penolakan terhadap rencana penutupan tempat prostitusi itu, kini warga disibukkan dengan tarikan oleh petugas RT. Pengelola wisma menolak iuran itu lantaran merasa terbebani.
Berdasar data yang dihimpun, iuran tersebut diterapkan RT 5, RW 12 untuk semua wisma di wilayah itu. Pemilik atau pengelola wisma wajib menyumbang Rp 30 ribu tiap dua hari sekali. Petugas RT setempat berdalih uang itu digunakan untuk keperluan kampung dan dana sosial.
BACA JUGA: Klaim Kemiskinan dan Pengangguran Jatim Turun
Kebijakan itu diberlakukan sejak akhir tahun lalu. Saat itu ketua RT lama digantikan dengan yang baru. Nah, bergantinya pimpinan tersebut juga memengaruhi kebijakan yang dibuat.
Supriyadi, salah seorang pekerja di Wisma Putri Ayu II, mengatakan bahwa RT lama memberlakukan aturan iuran Rp 50 ribu per bulan. Namun, pada Desember 2013 aturan itu berganti. Yakni, Rp 30 ribu per dua hari.
BACA JUGA: Nyepi, Tak Ada Aktifitas Penerbangan di Bali
Meski sempat melaksanakan keputusan itu, namun lama-kelamaan tidak kuat juga. “Kini Rp 30 ribu per dua hari. Per bulannya Rp 450 ribu. Jelas kami merasa keberatan,” jelasnya.
Pengelola wisma berkeberatan karena bisnis yang mereka jalankan sudah tidak seperti dulu. Tahun-tahun lalu lelaki yang “jajan” di Dolly dan Jarak tiap hari sangat banyak, tetapi kini sudah berbeda. “Sekarang sepi,” tuturnya.
BACA JUGA: Pemda Wajib Lindungi Pasar Tradisional
Tak hanya itu, kata Supriyadi, keputusan tersebut diambil tanpa musyawarah terlebih dahulu. Dengan demikian, ketika diterapkan, pihak pengelola merasa kaget. “Tiap bulan kami mengeluarkan Rp 450 ribu. Kami juga butuh uang untuk keperluan lain,” ucapnya.
Keberatan itu diungkapkan Supriyadi dan pengelola wisma lain ketika mengadakan pertemuan pada Minggu malam (23/3). Pertemuan tersebut melibatkan ketua RW 12. Namun, belum menghasilkan keputusan. ”Pihak RW akan memanggil ketua RT terlebih dahulu untuk dikonfirmasi terkait dengan permasalahan itu,” terangnya.
Pengelola wisma sepakat meminta ketua RT mengevaluasi kebijakan tersebut. Para pengelola wisma sepakat adanya iuran, namun yang relevan. “Toh, uang itu juga untuk kegiatan RT setempat,” ucap Supriyadi.
Secara terpisah, Camat Sawahan Muslich Hariadi mengatakan, pihaknya belum mengetahui adanya kebijakan itu. Setiap RT mempunyai kebijakan masing-masing dan kecamatan tidak berhak mencampuri. “Selama ini iuran kan kesepakatan warga untuk kegiatan kampung,” jelasnya.
Namun, kata Muslich, jika kebijakan itu dianggap meresahkan warga, pihaknya segera memanggil ketua RT tersebut. Pihaknya akan mengklarifikasi kebenaran laporan warga itu kepada ketua RT setempat. “Kami kumpulkan data dulu. Setelah itu, kami panggil yang bersangkutan,” jelasnya. (aph/c7/ai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Insiden Rawon Setan, Staf Menpora: Ambil Hikmahnya
Redaktur : Tim Redaksi