Pengelolaan Irigasi dan Drainase Mendukung Ketahanan Pangan

Sabtu, 12 Mei 2018 – 09:36 WIB
Staf Ahli Bidang Infrastruktur Pertanian, Dr. Ani Andayani saat menggelar Fokus Group Diskusi (FGD) Tahap XI terkait tata kelola infrastruktur pertanian di Yogyakarta, Jumat (11/5/2018). Foto: Humas Kementan

jpnn.com, YOGYAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar Fokus Group Diskusi (FGD) Tahap XI terkait tata kelola infrastruktur pertanian di Yogyakarta, Jumat (11/5/2018). Diskusi ini diprakarsai oleh Staf Ahli Bidang Infrastruktur Pertanian, Dr. Ani Andayani yang berkolaborasi dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Komda Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut Ani Andayani, FGD ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali potensi serta memahami masalah-masalah penting dalam pemanfaatan lahan sub optimal untuk ketahanan pangan serta pencapaian lumbung pangan dunia. Lahan sub optimal adalah lahan yang secara alamiah mempunyai produktivitas rendah karena faktor internal dan eksternal dimana sebagian di antaranya terdegradasi dan terlantar.

BACA JUGA: Sektor Perkebunan Mampu jadi Penghasil Devisa Negara

Karena itu, FGD ini menekankan pembahasan langkah-langkah strategis dalam upaya Pengelolaan Irigasi dan Drainase Mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

“Diskusi ini pun bertujuan mempersiapkan petunjuk teknis bagi pendamping lapangan dalam upaya Pengelolaan Irigasi dan Drainase Mendukung Ketahanan Pangan Nasional,” ujar Ani.

BACA JUGA: Telur dan Daging Ayam Cukup Jelang Puasa dan Idulfitri 2018

Ani menjelaskan petunjuk lapangan ini bertujuan untuk membekali pendamping lapangan dari Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk mewujudkan 30.000 unit embung kecil dan bangunan tata air lainnya. Ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2018.

“Sehingga arahnya yakni agar dapat diimplementasikan secara optimal di pedesaan dalam rangka ketahanan pangan nasional,” jelasnya.

BACA JUGA: Kementan: Pemerintah Remajakan Sawit Rakyat

Untuk diketahui, FGD Tahap XI ini mengeluarkan beberapa rekomendasi penting sebagai upaya percepatan pencapaian ketahanan pangan. Pertama, pembangunan infrastruktur irigasi dan drainase lahan pertanian suboptimal. Kedua, pengelolaan air berbasis kearifan lokal.

Ketiga, lanjut Ani, budidaya komoditas alternat if di lahan  suboptimal mendukungketahanan pangan nasional. Keempat, pengembangan sumberdayalingkungan lokal untuk pertanian berkelanjutan.

“Kelima, strategi budidaya tanaman pangan dalam menghadapi dampak perubahan
iklim,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ani menegaskan pemanfaatan lahan sub optimal merupakan solusi yang ditempuh akan terbatasnya cadangan lahan pertanian subur di tengah tekad pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan. Selain itu, untuk mendukung terwujudnya visi menjadi Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia di tahun 2045.

“Pada tahun 2025 diprediksi akan dibutuhkan 7,3 juta lahan baru untuk sawah 1,4 juta ha, kedelai 2 juta ha dan jagung 1,3 juta ha, tebu & horti 2,6 juta ha,” tegasnya.

“Dan pada 2045 diperlukan tambahan lahan sekitar 14,8 juta ha, terdiri dari 4,9 juta ha sawah, 8,7 juta ha lahan kering, dan 1,2 juta ha lahan rawa. Data ini berdasarkan analisis Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian di tahun 2015,” sambungnya.

Hadir narasumber pada FGD ini yakni Prof. Didiek Indradewa dari UGM, membahas pengelolaan Air Berbasis Kearifan Lokal. Narasumber lain yakni Dr. Sumarwoto memaparkan tentang komoditas alternatif di lahan suboptimal.

Sedangkan Dr. Gatot dari Universitas Muhamadiyah Yogyakarta menyajikan terkait Pengembangan sumberdaya lokal. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DIY yang memaparkan pengalaman lapangan terkait strategi budidaya tanaman pangan antisipasi dampak lingkungan.

Diskusi ini pun diikuti 20 orang mahasiswa STPP Magelang, sebagai generasi penerus dan pengawal pembangunan pertanian masa depan.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terima ISO SMAP, Karantina Denpasar Cegah Praktik Penyuapan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler