Pengelolaan Timah tak Cukup Diatur Permendag

Jumat, 16 Mei 2014 – 22:15 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Dosen Universitas Budi Luhur Andra Abdul Rahman Azzqy mengatakan, Indonesia perlu mengeluarkan undang-undang khusus terkait pengaturan perdagangan timah. Menurut Andra, pengaturan perdagangan timah tidak cukup hanya dengan Peraturan Menteri Perdagangan.

Namun, kata dia, kebijakan seharusnya berada dalam satu payung UU dengan melibatkan stakeholder terkait, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.

BACA JUGA: Marak ATM Nasabah Dibobol, Mandiri Diminta Perkuat Sistem Keamanan

“Harus ada Undang-undang yang dibuat bersama Kemendag, (Kementerian) ESDM dan Kementerian Pertahanan," papar Andra di sela-sela sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (16/5).

Menurut Andra, UU itu perlu dibuat agar pengaturan sumber daya alam termasuk timah tak lagi sektoral. Apalagi, timah merupakan salah satu senjata ekonomi Indonesia selain minyak, gas maupun karet.

BACA JUGA: 151 Kantor Cabang Bank Mandiri Tetap Beroperasi Sabtu-Minggu

“Bahkan, senjata pun memakai timah. Itulah kenapa timah jadi perebutan,” ungkap Andra.

Dijelaskan Andra, timah juga memegang aspek penting di pertahanan misalnya untuk pembuatan peluru. Tak hanya itu, ia melanjutkan, pembuatan tank juga memerlukan timah sebagai bahan baku utama. Karenanya, Andra menegaskan, Indonesia perlu mengeluarkan UU khusus untuk menjaga timah sebagai sumber daya tak tergantung.

BACA JUGA: Dahlan Minta Bank Mandiri Buka Pelayanan Sabtu-Minggu

Dia pun mengingatkan, masyarakat jangan sampai berbenturan dengan Multi Nasional Company yang ingin memanfaatkan sumber daya alam timah di Indonesia.

Sedangkan Peneliti senior Pusat Kajian Sumberdaya dan Pesisir Lautan Institut Pertanian Bogor Budi Purwanto menambahkan setiap kebijakan ekspolrasi dan pemanfaatan sumber daya alam harus sesuai dengan apa yang tertuang di pasal 33 Undang-undang Dasar 45.

Dia menilai dikeluarkannya Permendag 23 tahun 2013 yang mengatur tentang timah, harusnya membuat tidak ada lagi terjadi penyelundupan maupun kerusakan lingkungan.

“Penambang ilegal menikmati ekonomi underground. Kegiatan tidak tercatat, mestinya nilai ekonominya tinggi,” imbuhnya.

Dia pun menegaskan, Permendag nomor 23 tahun 2013 tidak hanya harus direvisi. Tapi, kata dia, perlu dilakukan kajian akademik untuk melihat efek dari berbagai aspek dalam kebijakan itu.

“Pembuatan kebijakan seharusnya melalui naskah akademik untuk melihat juga efek dari sosial politik ekonomi,” pungkasnya. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Produk Cacat, General Motors Tarik 2,7 Juta Unit Mobil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler