Pengembangan Industri Hijau Bisa Terwujud Melalui Percepatan Transisi ke Energi Bersih & Digitalisasi

Jumat, 18 Februari 2022 – 11:55 WIB
Industri hijau (Ilustrasi). Foto Schneider Electric

jpnn.com, JAKARTA - Schneider Electric mengungkapkan peningkatan elektrifikasi perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dari sumber energi terbarukan dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas.

Dengan begitu pencapaian target pengurangan emisi karbon pemerintah Indonesia pada 2030 mendatang bisa terealisasi.

BACA JUGA: Para Pria Harus Tahu, Ini Alasan Wanita Kerap Memalsukan Orgasme saat Bercinta

Sektor industri sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK) dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lainnya untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission.

Dunia masa depan yang sustainable, menurut Schneider Electric adalah yang berbasis listrik dan digital atau dikenal dengan istilah Electricity 4.0.

BACA JUGA: Sempat Curhat kepada Ustaz Zacky Mirza, Dorce Gamalama: Gue Orang yang Bersalah di Mata Allah

Listrik menawarkan cara tercepat, teraman, dan paling hemat biaya untuk mendekarbonisasi masyarakat.

Sementara teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat, mendorong efisiensi, dan menekan pemborosan energi.

BACA JUGA: Menko Airlangga: Kartu Prakerja Miliki Segudang Manfaat, Jadi Kunci Selama Pandemi

Dalam hal sumber energi baru terbarukan (EBT), Pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur khususnya PLTS.

“Pemerintah telah menyiapkan road map untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang dalam RUPTL 2021-2030. Pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6 persen," ujar Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM.

Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan mengungkapkan salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku industri untuk beralih ke energi bersih yakni, biaya investasi awal yang tinggi.

Padahal penggunaan PLTS Atap bagi pelaku industri memiliki peran penting dalam pengembangan industri hijau.

"Maka dari itu, kami menyediakan alternatif pembiayaan instalasi PLTS Atap tanpa investasi sebagai bentuk komitmen kami dalam meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan bagi pelaku industri," jelasnya.

Saat ini, PLTS Atap pada pabrik Cikarang dapat menghasilkan 224 Mwh atau setara dengan 21,6% dari total konsumsi pabrik, mengurangi emisi karbon sebesar 164 ton karbon dioksida (TCO2) dan berhasil menghemat biaya energi sebesar 8%.

Martin Setiawan, Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste mengatakan dalam menjalankan komitmen sustainability, penting untuk memastikan sustainability framework dibuat secara strategis dan terukur.

Perusahaan semakin dituntut untuk lebih transparan terhadap dampak bisnisnya terhadap lingkungan, sehingga akurasi data menjadi ujung tombak dalam mengukur keberhasilan dari upaya sustainability. Dan teknologi digital memungkinkan hal tersebut.

“Schneider Electric’s Energy & Sustainability Services menyediakan layanan konsultasi untuk mengembangkan rencana strategis, dan mengimplementasikan proyek dan program untuk memenuhi tujuan energi, sustainability, dan tujuan iklim perusahaan,” tutur Martin dalam diskusi bertajuk Transisi Energi Bersih Menuju Pembangunan Industri Hijau.

Sustainability Business Division (SBD) telah memberi saran kepada ribuan perusahaan global tentang cara mengukur, mengelola, dan mengurangi jejak karbon.

SBD telah menjadi penasihat energi terbarukan perusahaan terbesar di dunia, dan telah memberikan konsultasi pada lebih dari 100 transaksi perjanjian pembelian listrik (PPA) hingga saat ini - lebih dari 8.000 MW tenaga angin dan surya baru di seluruh dunia.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler