Pengemplang Pajak Bakal Dijebloskan ke Lapas Wirogonan

Jumat, 06 Maret 2015 – 09:54 WIB

jpnn.com - JOGJA – Para pengemplang pajak di DIJ tampaknya sudah saatnya untuk berpikir melunasi tunggakan pajaknya. Jika tidak, mereka harus siap-siap meringkuk di tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wirogonan.

Pasalnya, Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) DIJ telah melakukan koordinasi dengan Lapas Wirogonan dalam rangka menyiapkan sel khusus untuk menyandera (gijzeling) bagi wajib pajak nakal. Koordinasi antara DJP DIJ dengan Lapas Wirogonan sudah dilakukan Kamis (5/3).

BACA JUGA: Menteri Rini Diminta Jaga Komitmen Jalankan KEK Sei Mangkei

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kakanwil DPJ DIJ Rudy Gunawan Bastari langsung melakukan peninjauan tempat tahanan atau ruangan khusus yang akan diperuntukkan bagi para penunggak pajak. Ruangan khusus tersebut bisa menampung 7 sampai 8 orang.

Kalapas Wirogunan Zaenal Arifin yang menyambut rombongan Kakanwil DJP DIJ menuturkan, nantinya di Lapas Wirogunan akan dipersiapkan empat ruang tahanan yang terletak di Blok H. Ruangan itu khusus ditempati oleh orang-orang pelaku gijzeling.

BACA JUGA: Duaaarrr!!! Suara Ledakan Keras dan Dua Sukhoi Menghilang

“Ruangan khusus yang disediakan, bisa menampung hingga 8 orang,” katanya dilansir Radar Jogja (Grup JPNN.com), Jumat (6/3).

Meski demikian, diakuinya, tidak ada persiapan khusus untuk menahan para pengemplang pajak itu natinya.

BACA JUGA: Asyikk… Kompensasi Rp 1,4 M untuk Mantan PSK Cair

“Persiapan khusus tidak ada, mengingat ruangan di Lapas masih muat. Sebab kapasitas Lapas kami ini mampu menampung 800 tahanan, dan saat ini hanya terisi 350 tahanan,” ujar Zaenal.

Apalagi dari informasi yang disampaikan, untuk tahap awal ini, untuk gijzeling, pihak DJP DIJ masih mengarahkan bidikannya hanya pada empat orang.

“Sudah bisa kami pastikan, Lapas Wirogunan sangat siap. Masih banyak ruangan tahanan di sini,” ujarnya.

Kepala Kantor Direktorat Jendral Pajak (DJP) DIJ Rudy Gunawan mengatakan, penyanderaan atau paksa badan, merupakan kebijakan nasional dan sebagai langkah terakhir.

”Tindakan tersebut semata-mata diterapkan untuk menegakkan keadilan,” terang Rudy.

Dijelaskan, pihaknya tetap akan menerapkan penagihan pajak dengan memperhatikan iktikad baik Wajib Pajak (WP) dalam memenuhi tugasnya membayar pajak. Tindakan penyanderaan tidak akan dilakukan, bila ada iktikad baik dari WP untuk melunasi utangnya. Oleh karena itu, Rudy berharap kepada WP yang memiliki tunggakan pajak untuk bisa berkomunikasi dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

”Kami ingin penyelesaian pajak dilakukan secara kooperatif. Bagaimanapun juga, pajak ini akan bermanfaat bagi para pengusaha juga nantinya,” terangnya.

Hingga saat ini, Kanwil DJP DIJ mencatat sebanyak 60 ribu wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban membayar pajak. Pada hal jumlah wajib pajak di DIJ berdasarkan pemegang NPWP, jumlahnya mencapai 80 ribu.

Nominal penunggak pajak tersebut merupakan angka yang cukup besar untuk suatu kawasan seperti DIJ. Bila dari jumlah tersebut melakukan kewajiban pembayaran pajak, diprediksi target penerimaan pajak DIJ pada tahun sebelumnya sebesar Rp 3,5 triliun bisa tercapai. Sebagai kawasan industri kreatif, 96 persen pembayar pajak di DIJ adalah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Di mana rata-rata UMKM tersebut memiliki omset mencapai Rp 4,8 miliar. Namun sayangnya, belum semua UMKM tersebut sadar dalam membayar pajak. Dari data yang dimiliki Kanwil DJP DIJ, kontribusi penerimaan pajak dari WP UKM besarnya mencapai Rp 1,3 triliun lebih. Jumlah tersebut meningkat dari 2013 sebesar Rp 1,2 triliun.

Rudy menambahkan, tindakan paksa badan nantinya dilakukan bagi WP yang benar-benar nakal.

”Kalau bisa penyanderaan badan bagi wajib pajak ini, sebagai langkah terakhir. Di Jogjakarta kami tidak ingin melakukan hal tersebut bila imbauan masih bisa dilakukan,” ungkapnya.

Kabid Pemeriksaan Penagih dan Penyidikan Pajak Suryono Ariwibowo menambahkan se-suai ketentuan, bahwa gijzeling bisa diberlakukan bagi pengemplang pajak di atas nominal Rp 100 juta.

“Penyanderaan badan tidak bisa diberlakukan semena-mena, harus sesuai tahapan yang berlaku, termasuk ketentuan yang menyatakan nominal pa-jak yang tidak dibayarkan,” katanya.

Ada pun sesuai ketentuan, batas waktu penyanderaan adalah selama enam bulan. Bagi wajib pajak yang akan dikenai peny-enderaan badan, juga memiliki hak mengajukan keberatan atau banding.

“Namun, jika sampai batas waktu tetap tidak membayar, DJP bisa mengambil lang-kah penyanderaan setelah melalui telaah yang mendalam,” tandasnya. (fid/jko/ong/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seru nih...Polisi Dikejar-kejar Jambret


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler