Penggiat Medsos Menyarankan Pegawai KPK tak Lulus TWK segera Diberhentikan

Rabu, 26 Mei 2021 – 13:58 WIB
Anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (tengah) menunjukkan berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) kepada awak media usai audiensi di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin (24-5-2021). ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat/foc.

jpnn.com, JAKARTA - Penggiat media sosial Eko Kunthadi menyarankan sebanyak 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus segera diberhentikan.

"Jadi, ketika mereka tidak lulus tes ASN dan sudah ada verifikasi kedua, kemudian tidak lolos juga, secara undang-undang, ya, harus dipecat mereka," ucap Eko dalam keterangan persnya, Rabu (26/5).

BACA JUGA: Moeldoko: Arahan Presiden Jokowi Makin Menegaskan Komitmen Pemerintah Menjaga KPK

Menurut Eko, bila masih mempertahankan 51 pegawai yang tidak lulus TWK untuk alih status menjadi ASN, sama saja melawan Undang-Undang KPK.

"Karena bukan pegawai KPK lagi, kemudian mereka tetap di KPK, ini melanggar undang-undang," ungkap Eko.

BACA JUGA: Prof Romli: Sikap Pimpinan KPK Menonaktifkan Pegawai Gagal TWK Sudah Benar

Menurut dia, TWK pada akhirnya menerangkan 51 pegawai KPK itu memang tidak layak untuk dipertahankan.

"Kalau yang 51 orang itu, ya, memang secara substantif wawasan kebangsaannya dipertanyakan. Jadi, masa negara menggaji orang yang wawasan kebangsaannya kecintaan pada bangsa tidak ada, tidak lolos tes," ucapnya.

BACA JUGA: 51 Pegawai KPK Dipecat, Begini Reaksi Mardani PKS

Eko mengatakan bahwa UU KPK yang baru memang mengamanatkan pegawai lembaga antikorupsi itu harus menjadi bagian dari ASN.

“Untuk proses masuk ASN harus ada tes dan yang 75 tidak lulus. Namun, dari 75, sebanyak 24 orang masih bisa memungkinkan," katanya.

Eko menilai lembaga tersebut memang harus menjadi bagian dari ASN agar tidak muncul kecemburuan di instansi lainnya.

Lembaga antirasuah itu juga menggunakan anggaran negara dan digaji oleh negara.

"Treatment-nya disamakan dengan ASN yang lain karena memang wajar dia lembaga negara dapat budget dari APBN, masa karyawannya mengatur gaji sendiri, peraturan dan mekanisme sendiri," kata Eko.

Dia mengemukakan bahwa setiap ASN juga tidak boleh memiliki ideologi di luar Pancasila, apalagi ideologi khilafah.

"Ya, sangat penting (nasionalisme), orang yang digaji negara tetapi ingin menegakkan khilafah tentu bahaya dengan menghancurkan negara," ujarnya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler