Vanessa, seorang warga Indonesia yang tinggal di Melbourne mengaku sudah setahun mencari peruntungan untuk menemukan jodohnya di aplikasi kencan daring.
Ia meminta agar identitasnya dirahasiakan karena alasan pribadi.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Israel Sebut Belum Saatnya Menghentikan Perang
Vanessa mengatakan pengguna aplikasi kencan di Australia "sedikit lebih baik" dibandingkan dengan di Indonesia.
"Orang-orangnya lebih chill di sini, mereka enggak begitu judge penampilan kita," katanya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Ribuan Warga Pendukung Palestina Turun ke Jalanan Australia
Tapi ia tetap merasa khawatir ketika diajak bertemu orang baru di aplikasi kencan. Perbedaan latar belakang budaya jadi salah satu penyebabnya.
"Jujur pasti ada rasa takut kalau diajak ketemuan."
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Didesak Percepat Ekspor Militer ke Australia
"Pastinya selalu ada kekhawatiran tentang keamanan," katanya.
Sebuah survei yang dilakukan lembaga Australian Institute of Criminology dua tahun lalu menemukan tiga dari empat warga Australia mengaku pernah menjadi korban kekerasan seksual yang difasilitasi oleh aplikasi kencan.
Untuk menurunkan angka ini, pemerintah Australia menyusun 'code of conduct' untuk membuat aplikasi kencan lebih aman bagi penggunanya.
Diharapkan enam bulan dari sekarang, aplikasi kencan seperti Tinder, Hinge, dan lainnya bisa memiliki sistem dalam mendeteksi risiko yang mungkin membahayakan penggunanya, menindak penggunanya yang melanggar aturan, serta melindungi penggunanya dari pelecehan dan kekerasan.Tak semua pengguna bisa mengerti
Tesa Rudangta, seorang warga Indonesia yang tinggal di Adelaide, menyadari perbedaan budaya kadang membuatnya khawatir ketika menggunakan aplikasi kencan di Australia.
"Waktu saya pakai dating app di Melbourne, kebanyakan match up nya sama orang-orang Asia gitu, jadi kebudayaannya ... enggak terlalu beda banget," katanya.
"Di Adelaide lebih banyak match sama orang-orang lokal, dan mereka itu lebih open [terbuka] kali ya, pertama ketemu udah bisa hugging [berpelukan]."
Ketika ia merasa tidak nyaman dengan kontak fisik, Tesa berani mengutarakan kepada teman kencannya.
"Rata-rata cowok yang aku match up enggak akan gandeng tangan atau gimana, kalau saya enggak oke," katanya.
"Saya kasih tahu kalau saya orangnya slow to date, butuh waktu untuk menjadi nyaman," katanya.
Tapi tidak semua orang memiliki keberanian untuk menyampaikan preferensi kontak fisik seperti Tesa.
"Saya tahu beberapa teman yang punya pengalaman lumayan tidak menyenangkan [dengan aplikasi kencan]," katanya.
Tesa menyambut baik adanya aturan yang akan diterapkan oleh aplikasi kencan di Australia.
"Kalau misalkan ada langkah yang dibuat supaya bikin aplikasi kencan itu aman, kenapa enggak?"
Dari sebuah aplikasi kencan, Tesa bertemu dengan Josh Juozapaitis, yang kini menjadi suaminya.
Setelah bertukar pesan di aplikasi tersebut, keduanya memutuskan untuk bertemu di perpustakaan di kota Adelaide, kemudian makan siang bersama.
Namun karena alasan ingin fokus kuliah, Tesa tidak melanjutkan komunikasi mereka, sebelum akhirnya menghubungi Josh lagi melalui Facebook.
Keduanya pun memutuskan untuk menikah di tahun 2024.Agar kencan tetap aman
Aturan aplikasi kencan di Australia nantinya akan mengatur agar ada mekanisme pelaporan yang transparan.
Dengan mekanisme ini, perusahaan aplikasi harus melaporkan jumlah akun Australia yang ditutup kepada komisionar eSafety, termasuk melaporkan aktivitas moderasi yang dilakukan bagi penggunanya yang melanggar.
Mereka juga harus menindaklanjuti pengaduan dari penggunanya yang merasa keselamatannya terancam.
Berdasarkan pengalamannya, Tesa mengatakan hal yang paling penting jika diajak bertemu untuk pertama kali dari orang yang dikenal di aplikasi kencan adalah melakukan pertemuan di tempat umum.
"Mungkin share location ke teman supaya mereka juga tahu kamu di mana," ujar Tesa.
"Be clear with your intention [jelaskan apa yang kamu cari] di chat sebelum ketemu, terus perjelas kamu nyaman dan tidak nyamannya seperti apa."
Tesa juga mengusulkan untuk tidak memberikan alamat tempat tinggal sebelum bertemu langsung dengan teman kencannya.
"Seperti saya pernah meminta dijemput di kampus ... dan ketika diantar pulang, saya minta diantar sampai pertigaan rumah saja," ujarnya.
Vanessa menyuarakan hal serupa tentang tempat pertemuan dengan lawan kencan.
"Kita harus pintar memilih di mana dan kapan mau bertemu dengan orang," katanya.
"Lebih baik waktu masih cerah dan di tempat umum."
Meski masih ada kekhawatiran, Vanessa mengaku merasa nyaman menggunakan aplikasi kencan di Australia.
"Karena saya enggak membagikan informasi pribadi saya di sana," katanya.
"Misalnya kita baru chat sama orang lain, terus diminta nomor hape atau Instagram, saya tidak memberikannya langsung."
Aturan baru ini masih belum wajib diterapkan oleh semua perusahaan operator aplikasi kencan di Australia, namun komisioner 'eSafety' akan menentukan apakah harus diwajibkan pada tahun 2026 .
Jika perusahaan aplikasi kencan online di Australia tidak mematuhi aturan yang ada, seperti tidak memastikan keselamatan penggunanya, maka komite independen dapat mengeluarkan peringatan hingga pembatalan izin beroperasi aplikasi kencan tersebut.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Lagi Sekolah di Australia Menutup Program Studi Bahasa Indonesia