Penghentian Operasional Tambang Emas Martabe Perburuk Citra RI

Rabu, 03 Oktober 2012 – 08:28 WIB
JAKARTA-Penghentian sementara operasional tambang Martabe di Tapanuli Selatan, Sumut, merupakan sebuah kerugian besar bagi Indonesia. Terutama bagi citra Indonesia di mata dunia internasional. Bahwa ternyata iklim investasi di negara ini masih tidak kondusif, hanya karena tarik ulur antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, terkait masalah pemasangan pipa pembuangan sisa limbah ke Sungai Batangtoru.

Demikian dikemukakan anggota Komisi VI DPR, yang membidangi investasi, Sukur Nababan secara khusus kepada JPNN.

"Hal ini benar-benar berdampak buruk bagi Indonesia secara keseluruhan. Terutama terkait iklim berinvestasi. Karena kondisi ini memperlihatkan, tidak adanya jaminan dari pemerintah," ungkapnya. Apalagi kondisi tersebut menurut anggota DPR yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, BUMN, koperasi dan usha kecil menengah ini, terjadi karena koordinasi yang buruk. Antara Pemprovsu dan Pemkab Tapanuli Selatan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Tapsel meminta Pemprovsu, untuk tidak ikut turun langsung dalam penanganan masalah tambang emas Martabe. Pasalnya, Pemkab Tapsel beserta FKPD Kabupaten Tapsel yakin, permasalahan masih bisa diatasi dengan pendekatan persuasif. Padahal sejatinya, masalah pemasangan pipa dan masalah lain di Tambang Emas Martabe sudah akan ditangani pihak Pemprovsu.

Kondisi ini secara langsung menurut Sukur, memperlihatkan kepada dunia internasional, bahwa terkait masalah perizinan dan berbagai kepengurusan lainnya di tanah air, masih sangat berbelit-belit. Karena harus melewati begitu banyak pintu. Padahal sudah seharusnya terkait masalah ini, cukup semuanya ditangani oleh satu pintu. Sehingga akan memudahkan para investor dalam berinvestasi.

"Jadi sudah saatnya semua kepengurusan harus lewat satu pintu. Di negara kita ini kan ada yang disebut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan itu setingkat kementerian. Mereka inilah yang bertugas memperkenalkan potensi-potensi yang ada di Indonesia kepada para investor. Tapi kalau bicara sebagus apapun, jika tidak didukung oleh daerah, akan percuma."

Apalagi tambang emas Martabe, perusahaan tersebut juga sudah memenuhi semua perizinan yang ditetapkan. "Termasuk tentunya soal amdal, kan kalau izin operasi sudah diberikan, Kementerian Lingkungan Hidup tentunya telah meneliti masalah tersebut dengan seksama."

Oleh sebab itu Sukur sangat berharap agar baik Pemprovsu maupun Pemkab, harus benar-benar melihat persoalan ini dengan jernih. Dan dapat segera menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya. "Karena ini menyangkut citra Indonesia dimata dunia internasional,"ungkap pria yang pada dasarnya lebih setuju jika terkait pertambangan, sepenuhnya dikelola oleh negara.

Namun karena perusahaan tersebut telah memenuhi semua izin dan itu diatur dalam undang-undang, ia menyatakan dengan tegas, bahwa hukum harus ditegakkan dan semua elemen tunduk pada peraturan yang berlaku.

"Tapi jika memang daerah tidak bisa menyelesaikan kondisi ini secepatnya, maka saya pikir sudah saatnya pemerintah pusat segera turun tangan mengambil-alih terkait masalah ini. Hanya saya juga tidak tahu, lembaga mana yang harus berperan. Mungkin BKPM harusnya yang punya tanggungjawab. Cuma memang kondisinya, di negara kita ini kewenangan itu masih tumpangtindih. Apalagi sejak otonomi daerah, itu masing-masing daerah merasa memiliki hak. Dan memang demikian, ini tidak lain akibat sistem pemerintahan yang ada."

Selain itu, Sukur juga sangat berharap agar berhentinya operasional tambang tidak karena ulah segelintir oknum yang ada. Sebab jika sampai demikian, kondisi tersebut semakin memperlihatkan, bahwa sistem hukum yang ada juga sudah tidak jelas. Dimana pemerintah seakan tidak berdaya. Dan hal ini tentunya menjadi pertanyaan besar bagi para investor.

"Jadi sekali lagi, pada dasarnya saya lebih setuju untuk investasi tambang sepenuhnya dikuasai oleh pemerintah dan tidak masuk ke swasta. Tapi khusus untuk Martabe, mereka sudah memenuhi semua prosedur dan itu diatur dalam undang-undang. Jadi saya hanya berpegang pada undang-undang, dan kita harus menghormati hal tersebut. Untuk itu sekali pagi, pemerintah pusat sudah waktunya menangani langsung persoalan yang ada. Kalau memang pemerintah provinsi Sumut dan pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan tidak dapat menyelesaikannya dalam waktu dekat." (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK: Perjalanan Dinas Fiktif Rugikan Negara Rp77 Miliar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler