Pengobral Vonis Bebas, Keduanya Mantan Lawyer

Sabtu, 18 Agustus 2012 – 05:06 WIB
Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, Heru Kusbandono (kanan) yang menjadi terperiksa kasus dugaan suap, dikawal penyidik KPK saat tiba di gedung KPK Jakarta, Jumat malam (17 Agustus 2012). FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
JAKARTA - Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang tak mengenal hari. Bersamaan dengan hari libur Proklamasi Kemerdekaan dan menjelang Idul Fitri, KPK menangkap dua hakim ad hoc tipikor dan seorang perantara suap.

KPK menangkap Kartini Juliana Mandalena Marpaung, hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. Mantan pengacara itu memiliki rekam jejak sebagai hakim yang gemar memvonis bebas. Hakim lain yang diciduk bersama Kartini adalah Heru Kusbandono, hakim ad hoc Tipikor Pontianak yang juga mantan lawyer.

Sedangkan perantara suap, Sri Dartutik, ditangkap terpisah. Mereka tertangkap basah melakukan dugaan suap berupa uang tunai senilai Rp 150 juta.

Sumber di KPK menyebutkan, Sri Dartutik adalah perantara suap terkait kasus yang disidangkan oleh Kartini, yakni dugaan korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan yang melibatkan Ketua DPRD non aktif M. Yaeni. Sedangkan Heru adalah hakim ad hoc Pontianak yang biasa menjadi broker kasus.

Tim KPK sudah mengintai mereka sejak pekan lalu. Penyerahan uang sudah direncanakan pada Kamis (16/8). Namun rencana lokasi penyerahan uang berubah-ubah. Semula direncanakan di rumah Kartini. Lalu diubah ke rumah makan. Karena belum juga ada kesepakatan antara Heru dan Kartini, rencana ditunda Jumat (17/8).

Heru meminta Kartini agar penyerahan uang dilakukan tidak terlalu pagi, karena sudah mendekati libur Lebaran. Sri Dartutik lantas menyerahkan uang kepada Heru di depan BCA. Uang haram itu dibungkus dalam tas kertas coklat dan terbagi dalam tiga amplop. Setelah Heru pergi, Sri Dartutik disergap KPK.

Sedangkan Heru langsung menuju pelataran parkir Pengadilan Negeri Semarang untuk menemui Kartini yang telah menunggu di dalam mobil. Heru lantas mendekatkan mobilnya ke mobil Kartini, dan menyerahkan uang. Saat paper bag berisi uang tunai sudah berada di mobil Kartini, tim KPK menangkap keduanya. Tadi malam mereka langsung dibawa terbang ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto mengatakan operasi tangkap tangan merupakan sinergi lembaganya dengan Mahkamah Agung. Menurut Bambang, informasi perilaku hakim berasal dari MA dan masyarakat. "Kami kerjasama dengan aparat penegak hukum lain," kata Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/8).

Bambang mengingatkan, pihaknya akan terus mengejar pelaku tindak pidana korupsi. "Pemberantasan korupsi tidak mengenal hari libur," ujarnya.

Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung Djoko Sarwoko mengaku sangat kecewa dengan perilaku kedua hakim yang ditangkap. "Saya sungguh kecewa. MA tidak akan berkompromi terhadap hakim. Kalau perbuatan tercela seperti ini, tidak cukup hanya diberhentikan, tapi dibawa ke pengadilan," kata Djoko.

Kasus ini akan menjadi bahan evaluasi hakim-hakim Tipikor. "Ini menjadikan kredibilitas lembaga semakin buruk. Padahal pengadilan Tipikor dibuat sangat berat. Ternyata kalau sapunya sendiri begitu (kotor), tentu tak bisa membersihkan," sebutnya.

Djoko cukup kesal karena Kartini adalah hakim ad hoc Tipikor angkatan pertama tahun 2009 yang direkrut untuk Pengadilan Tipikor di daerah. Sedangkan Heru adalah hakim ad hoc Tipikor angkatan ketiga. "Saya agak terkejut, hakim ad hoc Pontianak kok ngobyek ke Semarang," katanya.

Kasus dugaan korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan mendakwa M. Yaeni, bersama dua mantan Sekretaris Dewan, yakni Sutanto dan Sunarto, serta mantan Kepala Bagian Umum Setwan Agus Supriyanto. Mereka didakwa membuat laporan pertanggungjawaban fiktif perawatan mobil dinas. Anggaran perawatan mobil dinas yang direalisasikan pada 2006 sebesar Rp 1,6 miliar, 2007 sebesar Rp 1,6 miliar, dan pada 2008 senilai Rp 1,5 miliar.

Anggaran perawatan mobil dinas yang dapat dipertanggungjawabkan pada 2006 hingga 2008 berturut-turut mencapai Rp 760 juta, Rp 885 juta, dan Rp 960 juta. Sedangkan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp 664,8 juta, Rp747,1 juta, dan Rp547,4 juta.

Dari anggaran perawatan mobil dinas yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu, Yaeni diduga menikmati Rp 609 juta, dengan rincian Rp 213 juta (2006), Rp 289 juta (2007), dan Rp 107 juta (2008), dari total kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,9 miliar.

Vonis sidang terdakwa Yaeni akan divonis 27 Agustus mendatang. Dalam kasus tersebut, mejelis hakim, dimana Kartini menjadi anggotanya, mengabulkan penangguhan penahanan Yaeni.

Kartini juga dikenal memiliki rekor membebaskan terdakwa. Ia menjadi hakim hakim anggota dalam perkara dugaan penyalahgunaan APBD Sragen dengan terdakwa mantan Bupati Sragen Untung Sarono Wiyono Sukarno senilai Rp 11,2 miliar. Tuntutan sepuluh tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Majelis hakim menolak semua saksi ahli yang diajukan jaksa. Untung divonis bebas pada 12 Maret 2012.

Ia juga menjadi hakim anggota yang memutus bebas perkara Suyatno, terdakwa kasus dugaan suap Rp13,5 miliar kepada mantan Bupati Kendal 2004 Hendy Boedoro. Dari tuntutan 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta, hakim memvonis beas pada 8 Maret 2012.

Kartini juga menjadi hakim anggota dalam perkara Teguh Tri Murdiono, terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan alat pemancar fiktif Radio Republik Indonesia di Purwokerto. Hakim memutus bebas pada 19 April 2012.

Vonis bebas juga diberikan Kartini saat menjadi hakim anggota perkara korupsi dan suap terhadap dua pejabat di Kabupaten Kendal oleh terdakwa Heru Djatmiko. Perkara ini terkait proyek pembangunan Stadion Utama Bahurekso dan SMA Brangsong tahun 2004. Vonis bebas dijatuhkan pada tanggal 12 Juni 2012. (sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Laporkan Pemberian Kurma ke KPK, Kemenag Patut Dicontoh

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler