JAKARTA - Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) meminta pemerintah memberikan uang insentif bagi tenaga pengelola dan validasi data guru yang akan menerima Tunjangan Profesi Pendidik (TPP).
"Pemerintah dan pemerintah daerah diminta segera menganggarkan biaya oprasional pengelola dan validasi tunjangan profesi guru," kata Sekjen FGII, Iwan Hermawan kepada JPNN, Sabtu (9/3) petang.
Dia menyebutkan, berdasarkan temuan Ombudsman RI, keterlambatan penyaluran TPP guru disebabkan lambatnya penyerahan validasi data dari daerah ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
"Hasil investigasi ombudsman ditemukan bahwa para petugas pengelola dan validasi TPP guru tidak diberi insentif khusus karena tidak ada anggaran biaya oprasional," ujar Iwan.
Padahal, lanjut Iwana, kebanyakan pegawai/honorer yang mengelola serta melakukan validasi data TPP ada yang sampai sampai kerja 24 jam. Hal itu disebabkan pengelola dikejar waktu dan harus segera mengirim data guru ke pusat.
"Mungkin karena faktor inilah yang menyebabkan tidak utuhnya pembayaran tunjungan profesi guru, karena kelambatan proses pengelolaan dan validasi data dari daerah ke pusat juga lama," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Ombudsman RI, Azlaini Agus mengungkapkan, investigasi yang mereka lakukan menemukan pengelolaan dan validasi data guru penerima TPP di daerah, bukan menjadi pekerjaan wajib pegawai dinas pendidikan.
"Temuan kita di daerah, pengelolaan data TPP ini mereka lakukan setelah jam kerja. Banyak yang sampai tengah malam. Itu karena pengelolaan TPP memang bukan tugas pokok pegawai di daerah," jelasnya. (fat/jpnn)
"Pemerintah dan pemerintah daerah diminta segera menganggarkan biaya oprasional pengelola dan validasi tunjangan profesi guru," kata Sekjen FGII, Iwan Hermawan kepada JPNN, Sabtu (9/3) petang.
Dia menyebutkan, berdasarkan temuan Ombudsman RI, keterlambatan penyaluran TPP guru disebabkan lambatnya penyerahan validasi data dari daerah ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
"Hasil investigasi ombudsman ditemukan bahwa para petugas pengelola dan validasi TPP guru tidak diberi insentif khusus karena tidak ada anggaran biaya oprasional," ujar Iwan.
Padahal, lanjut Iwana, kebanyakan pegawai/honorer yang mengelola serta melakukan validasi data TPP ada yang sampai sampai kerja 24 jam. Hal itu disebabkan pengelola dikejar waktu dan harus segera mengirim data guru ke pusat.
"Mungkin karena faktor inilah yang menyebabkan tidak utuhnya pembayaran tunjungan profesi guru, karena kelambatan proses pengelolaan dan validasi data dari daerah ke pusat juga lama," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Ombudsman RI, Azlaini Agus mengungkapkan, investigasi yang mereka lakukan menemukan pengelolaan dan validasi data guru penerima TPP di daerah, bukan menjadi pekerjaan wajib pegawai dinas pendidikan.
"Temuan kita di daerah, pengelolaan data TPP ini mereka lakukan setelah jam kerja. Banyak yang sampai tengah malam. Itu karena pengelolaan TPP memang bukan tugas pokok pegawai di daerah," jelasnya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perubahan Sistem UN Resahkan Murid dan Guru
Redaktur : Tim Redaksi