jpnn.com, SURABAYA - Ketua Koperasi Produsen Tempe-Tahu (Kopti) Jawa Timur Sukari menyebut mahalnya harga kedelai belakangan ini terjadi akibat pasokan bahan baku impor menipis imbas pandemi Covid-19.
Menurut dia, kedelai impor masih dibutuhkan karena pasokan dalam negeri belum mampu menutupi tingginya permintaan pengrajin tahu tempe di tanah air.
BACA JUGA: Harga Kedelai Mengalami Kenaikan, Pengrajin Tahu Tempe di Sidoarjo Menjerit
"Kalau musim panen mudah didapat, tetapi kalau belum waktunya panen, kedelai lokal sangat sulit," kata Sukari, Rabu (2/6).
Harga kedelai sampai saat ini masih tergolong tinggi, yakni di kisaran Rp 11.000 per kilogram. Padahal sebelum pandemi hanya Rp 7.500.
BACA JUGA: Gus AMI Maju di Pilpres 2024? Begini Analisis Pakar, Tajam..
"Harga itu menyulitkan produksi," ujar dia.
Selain pandemi, mahalnya harga kedelai juga terjadi akibat pelemahan nilai tukar rupiah, faktor alam, dan isu global.
BACA JUGA: Penjelasan Firli Bahuri soal Nasib 75 Pegawai KPK, Simak Kalimatnya
"Contohnya China yang secara besar-besaran impor kedelai dari Amerika. Atau di Brazil dan Argentina yang gagal panen. Dari faktor itulah harga kedelai terus naik," tutur Sukari.
Dia menambahkan, meski menggunakan kedelai impor, bukan berarti para pengrajin tahu tempe anti dengan produksi lokal.
"Kedelai lokal tidak bisa kontinu, sehingga kebutuhan bahan baku pengrajin tidak bisa dipenuhi," pungkas Sukari. (mcr12/jpnn)
Redaktur & Reporter : Arry Saputra