Mahbup, juru bicara para pengrajin tempe ini kemarin mengatakan biasanya harga kedelai yang mereka beli adalah Rp 6000, namun sudah dua bulan ini harganya Rp 8000 perkilonya. “Artinya, mengalami kenaikan harga 40 persen. Sedangkan kedelai dari awal diolah hingga menjadi tempe kami menjualnya denagn keuntungan cuman 25 persen. Artinya kami harus nombok sebanyak 15 persen,” paparnya dihadapan Komisi B DPRD Kota Jambi yang menerima pengaduan mereka.
Mahbup mengatakan, mereka mengadu kepada DPRD Kota Jambi ini untuk mengupayakan agar harga kembali stabil. Meskipun mereka tau, bahwa mahalnya harga kedelai ini sudah terjadi di seluruh Indonesia. “Iya kami tau itu, tapi minimal kita sudah punya upaya untuk minta bantuan, makanya kami mengadu ke dewan,” katanya.
Menurutnya, rata-rata produksi masing-masing KK pengrajin tempe adalah 1 kwintal perhari. “Kalau keseluruhan ada 10 ton produksi sehari untuk tempe saja. Untuk tahu ada 7 ton perhasi,” katanya. Biasanya, dengan hargan kedelai Rp 6000 per kilogramnya, dari 1 kwintal kedelai tersebut mereka bisa menjual seharga Rp 750 ribu. Namun, keadaan berubah semenjak harga kedelai melambung tinggi. Jangankan mendapat untung, para pengrajin ini masih nombok sebesar Rp 50 ribu perharinya.
Namun demikian, hingga saat ini para pengrajin tempe ini masih produksi, meski beberapa waktu yang lalu sempat melakukan pemogokan. Mereka belum bisa memastikan sampai kapan akan bertahan produksi tanpa ada laba yang mereka dapatkan. “Kami sudah naikan harga, namun tetap saja belum bisa dapat apa-apa,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Jambi, Junedi Singarimbun yang menerima kedatangan para pengrajin tempe ini kemarin mengatakan memang ini adalah isu nasional. Yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan saran dan usulan ke pemerintah pusat. “Bahwa inilah keluhan dari pengrajin tempe,” katanya. Hal ini, lanjutnya supaya bisa menjadi perhatian pemerintah kota Jambi juga karena tempe sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.
Ketika ditanyakan apa usulan dari Komisi B, Junedi mengatakan Pemkot harus iktu memperhatikan stabilitas harga kedelai ini, jangan sampai berlarut-larut. “Kita akan ajukan ke pusat, begitu juga dengan regulasi agen-agen di Kota Jambi mengenai pendistribusian kedelai kepada pengrajin,” jelasnya. Karena, kedelai ini diimpor, sehingga harus dipantau secara ketat oleh pemerintah.
Dalam pertemuan tersebut, Junedi juga mengatakan akan mengusulkan untuk bantuan mesin giling bagi para pengrajin tempe ini. Menurut keterangan pengrajin, satu mesin giling tersebut memerlukan biaya sekitar Rp 4 juta. “Nanti di APBDP akan kita usulkan untuk bantuan mesin giling kedelai,” tandasnya. (Enn).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Foxconn Mulai Produksi Akhir Tahun
Redaktur : Tim Redaksi