jpnn.com, JAKARTA - Penguatan DPD RI sebagai lembaga perwakilan dianggap dapat meningkatkan kinerja lembaga dalam memperjuangkan aspirasi daerah. Aturan dan perundang-undangan yang selama ini ada dianggap membatasi DPD RI dalam memaksimalkan peran dan fungsinya sebagai lembaga parlemen. Akibatnya kinerja DPD RI dianggap belum menjawab harapan masyarakat.
Anggota DPD RI dari Provinsi Sulawesi Tengah Delis Julkarson Hehi mengatakan sejak pertama kali dibentuk pada 2004 hingga saat ini, DPD RI selalu mendesak penambahan wewenang yang diatur di Pasal 22D UUD 1945. “Secara aturan kewenangan, DPD dibatasi oleh Pasal 22D. Anggota DPD menyadari ini tidak cukup mewakili aspirasi daerah,” ujar Delis dalam diskusi dengan tema ‘DPD Untuk Apa?’ di Cikini, Jakarta hari Sabtu (27/5).
BACA JUGA: Ini Tak Bisa Dijadikan Alasan Untuk Mengubah Pemilihan Anggota DPD
Diskusi ini juga menghadirkan pembicara lainnya yakni Komisoner Ombudsman La Ode Ida, Pakar Hukum Ahmad Rivai, Pakar Ilmu Politik Makmun Murod, serta Sekretaris Jenderal DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto.
Lebih lanjut, Delis menjelaskan bahwa DPD RI terus meningkatkan kinerjanya dalam melayani kepentingan daerah. Tidak hanya melalui penguatan, tetapi juga mekanisme internal yang dapat meningkatkan kinerja pimpinan atau anggota DPD RI. Tujuannya agar setiap kinerja dari elemen DPD RI dapat terukur dan terevaluasi sehingga aspirasi masyarakat daerah dapat tersalurkan.
BACA JUGA: Pengurangan Jumlah Senator Hanya Akan Mengerdilkan Peran DPD
Senada, Anggota Ombudsman, La Ode Ida, mengatakan bahwa untuk memaksimalkan fungsi DPD RI dibutuhkan adanya penguatan wewenang. La Ode menjelaskan bahwa DPD RI harus memiliki kekuatan yang ditopang oleh peraturan perundang-undangan melalui amandemen konstitusi.
“Kalau tidak dilakukan, ini hanya akan menjadi ornamen demokrasi saja, dan ini mubadzir,” ucapnya.
BACA JUGA: Upaya Mengerdilkan DPD Sudah Terjadi Sejakâ¦
Mantan Wakil Ketua DPD RI ini juga mengatakan, penunjang utama penguatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara kelembagaan adalah kinerja masing-masing anggotanya. Sebab tidak ada pembagian fraksi maupun afiliasi dengan partai politik dalam tubuh DPD.
“DPD itu kan basisnya individu, maka figurnya yang menentukan posisi kelembagaan DPD berkinerja atau tidak, karena memang tidak ada fraksi, tidak ada partai, tidak berafiliasi. Jadi, figurnya harus tampil memperjuangan kepentingan daerah,” tegasnya.
Pakar hukum, Ahmad Rivai, yang turut hadir dalam diskusi tersebut turut mengatakan bahwa saat ini DPD belum memiliki pengaruh yang kuat sebagai lembaga parlemen. Dirinya mengusulkan adanya amandemen Pasal 22d UUD 1945 tentang DPD RI sebagai solusi permasalahan atas lemahnya kekuatan DPD RI.
“DPD akan berhasil jika ada upaya mengamandemen pasal 22d. Yang membuat tidak maksimal ada di pasal 22d. Ini yang menjadi PR untuk diamandemen agar menguatkan keterwakilan di daerah,” tutur Rivai.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPD RI, Sudarsono Hardjosoekarto, juga menjelaskan bahwa saat ini kesekjenan selalu mendukung berbagai bentuk kegiatan dari DPD RI dalam pelaksanaan fungsi memperjuangkan aspirasi daerah. DPD RI dianggap sebagai lembaga yang mampu menjembatani aspirasi masyarakat di daerah dengan pemerintah.
Terkait peran dan fungsi DPD RI, Sudarsono menjelaskan bahwa sampai saat ini pelaksanaan sistem tripartid belum maksimal. Bahkan putusan Mahkamah Konstitusi soal peran DPD RI dalam pembahasan RUU juga masih belum dilakukan. Hal tersebut mengakibatkan kinerja DPD RI menjadi terhambat, termasuk dalam usulan RUU dalam prolegnas. Dimana usulan RUU inisiatif dari DPD RI sering terlambat untuk dibahas bersama DPR dan Pemerintah.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aneh, DPR Terkesan Tidak Mau DPD Terlibat
Redaktur & Reporter : Friederich