Pengungsi Korban Gempa Menangis saat Keluarga Besan Datang

Sabtu, 25 Agustus 2018 – 00:05 WIB
Seorang pengungsi gempa Lombok membuat selokan agar air hujan tidak memasuki tendanya di Pengungsian Desa Duman, Lombok Barat, Rabu (22/8). Foto: Ivan/ Lombok Post/JPNN.com

jpnn.com - Warga korban gempa Lombok yang berada di pengungsian, H Sumardiah, meneteskan air mata. Dia tidak kuasa mehana haru.

Bukan karena rumahnya rusak, kali ini pria paruh baya itu menangis karena rombongan keluarga besannya dari Desa Tetabatu Selatan, Kecamatan Sikur, Lombok Timur datang menjenguk. Mereka berpakaian rapi, berkopiah dan jilab rapi khas lebaranan.

BACA JUGA: 500 Lampu Solar Cell Karya SMK Binaan Wahana Terangi Lombok

Perasaanya campur aduk, sedih dan bahagia berkecamuk dalam dadaya. Warga Desa Jeringo, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat itu benar-benar terharu dengan kedatangan rombongan besannya Amaq Suarni.

Mereka baru enam bulan menjadi keluarga setelah anaknya Dende Suci menikah dengan Firdaus asal Lombok Timur. ”Kejadiannya seperti ini, Alhamdulillah kami tetap sabar dan tabah menghadapinya,” kata H Sumardiah sambil mengusap air matanya.

BACA JUGA: Aksi Solidaritas Forwot Bantu Korban Gempa Lombok

Sesekali ia melihat ke seberang tenda pengungsian, di sana rumahnya sudah menjadi reruntuhan bangunan. Tidak ada yang tersisa kecuali pakaian dan anggota keluarganya.

Di tengah suasana haru itu, kedatangan keluarga besan sangat berarti. Mereka masih bisa bersilaturrahmi, merayakan hari raya Idul Adha bersama dalam suasana yang penuh kehangatan.

BACA JUGA: Merah Putih Diambil dari Reruntuhan, Dicuci, Lantas Berkibar

Siang itu aroma opor daging dan asap sate daging sapi terasa menggoda selera. Untungnya H Sumardiah bisa menjamu besannya dengan buah pisang, kopi, dan jajanan basah. Meski hampir semua rumah warga hancur, namun warga di Desa Jeringo masih bisa merasakan bahagianya berlebaran.

Kebetulan bantuan hewan kurban banyak berdatangan ke tempat mereka. Daging itu mereka bagi dengan pengungsi lainnya, dan jadilah lebaran dengan opor daging, meski tanpa ketupat atau lontong. ”Saya jadi tambah semangat,” katanya.

Amaq Suraini, 60 tahun tidak kalah sedih. Melihat rumah anak dan besannya rata dengan tanah ia mengaku sangat kasihan. Tidak banyak kata yang diucapkan, ia hanya mengelus dada dan beroda agar keluarganya tetap selamat dan selalu diberikan kesehatan. ”Saya hanya bisa beroda,” katanya.

Ia memang sengaja datang mencari keluarga besannya, selain sudah menjadi tradisi setiap lebaran berkumpul dengan keluarga. Kedatangan mereka juga ingin menghibur keluarga yang dilanda musibah.

Inaq Marpin, salah satu anggota keluarga Amaq Suraini mengatakan, jauh hari sebelumnya mereka sudah merencanakan datang ke sana untuk berlebaran. Tapi setelah melihat kondisi rumah keluarganya, ia mengaku sangat terenyuh.

Ia tidak menyangka gempa yang terjadi beberapa hari lalu benar-benar meluluhlantakan rumah warga. Sebab di desanya sendiri tidak separah itu.

Melihat kondisi itu, ia tidak bisa bersuka ria layaknya lebaran-lebaran sebelumnya. Opor ayam dan telur yang dibawa dari rumah diberikannya kepada korban. Sulit baginya untuk tersenyum, perasaannya benar-benar iba dengan kondisi itu. ”Saya pesan agar mereka tetap bersabar,” ujarnya.

Kepala Desa Jeringo Khaeril menyebutkan, jumlah pengungsi di desanya mencapai 2.706 jiwa, termasuk di dalamnya bayi dan balita 204 orang, dan ibu hamil 20 orang, serta anak-anak 400-an orang. Mereka tersebar di 52 titik pengungsian di lima dusun. ”Jumlah rumah yang rusak 93 persen,” ungkapnya.

Meski benar-benar dalam konsisi duka, warga tetap semangat merayakan Idul Adha. Pagi hari mereka salat Idul Adha di tenda-tenda pengungsian. Siang hari mereka tetap bisa merasakan nikmatnya berkurban.

Sapi-sapi dari pemerintah dan sumbangan pribadi datang ke kampung mereka. Seperti warga Desa Wadon, Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat yang bersuka ria menyembelih hewan kurban meski rumah mereka hancur.

”Sedikit membuat kami tenang, melupakan sejenak gempa itu,” kata H Marzuki, warga Desa Wadon yang sedang memotong hewan kurban.

Warga mengaku masih merasa takut dan pusing memikirkan rumah rusak, tetapi semua kesedihan itu mereka lupakan sejenak untuk merayakan hari raya kurban. Dengan aktivitas kurban mereka sedikit menghilangkan rasa trauma. Hewan kurban didapatkannya dari sumbangan Dinas PUPR NTB, dan sumbangan pribadi. Jumlahnya tiga ekor sapi dan tiga ekor kambing. ”Daging banyak tapi rumah tidak ada,” katanya sambil menertawakan nasibnya. (ili)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dokter Putri Jahit Dahi Bocah di Saat Gelap, Mengharukan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler