Pengurus Inti Korupsi, Partai Demokrat Sulit Dibubarkan

Minggu, 24 Februari 2013 – 12:53 WIB
JAKARTA - Salah satu alasan partai politik (parpol) dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) apabila kegiatan mereka bertentangan dengan UUD 1945 atau akibat yang ditimbulkannya bertentangan dengan UUD 1945. Aturan itu sebagaimana tertuang pada Pasal 68 ayat (2) UU Nomor 24 tahun 2003 tentang MK jo Pasal 2 huruf b Peraturan MK Nomor 12 tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Pembubaran Partai Politik.

Larangan terhadap kegiatan parpol dimaksud pun disebutkan pada Pasal 40 ayat (2) huruf a UU Nomor 2 tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.

"Jadi, korupsi yang dilakukan secara berkomplot oleh pengurus inti partai yang meliputi Ketua Umum, Bendahara Umum, dan para pejabat lain pada parpol yang sama, tidak bisa disebut sebagai kegiatan korupsi individual oknum parpol," kata Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahuddin dalam keterangan pers yang diterima JPNN, Minggu (24/2).

Ditambahkan, kegiatan korupsi itu harus dikualifikasi sebagai kejahatan yang dilakukan oleh parpol secara kelembagaan, sehingga parpol tersebut bisa dibubarkan.

Said menerangkan, sejarah politik Indonesia mencatat, Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga dibubarkan karena alasan pemimpin-pemimpinnya turut serta dalam pemberontakan PRRI dan Permesta.

Sementara pada masa orde baru, PKI juga dibubarkan dengan alasan anggotanya terlibat kegiatan yang ingin merobohkan pemerintahan yang sah melalui jalan kekerasan. Artinya, pembubaran parpol memang akan selalu terkait dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh para pengurus dan anggota parpol bersangkutan.

Sehingga, menurut Said, apabila kasus korupsi yang melibatkan Anas Urbaningrum dan kawan-kawan se-partainya itu dibawa pada pembubaran Partai Demokrat, maka hal itu bisa memberi pelajaran kepada parpol-parpol lain. Khususnya kepada individu-individu yang menjadi anggota parpol.

"Mereka tidak boleh lagi memanfaatkan baju parpol dan kedudukannya dalam kepengurusan atau keanggotaan parpol untuk melakukan kejahatan," ucap Said.

Namun masalahnya, peluang pembubaran Partai Demokrat menjadi sulit terealisasi karena pihak yang bisa menjadi pemohon pada permohonan pembubaran partai politik di MK berdasarkan Pasal 68 ayat (1) UU MK hanya pemerintah. Ia menjadi pemilik tunggal legal standing sebagai pemohon pembubaran parpol.

Jadi menurut Said, sekalipun indikasi pelanggaran Partai Demokrat begitu kuat karena diduga melakukan kegiatan yang bertentangan dengan konstitusi dan cukup memenuhi kualifikasi untuk dimohonkan agar dibubarkan ke MK, tetapi karena parpol bersangkutan adalah parpol yang sedang berkuasa, maka logikanya mustahil pemerintah mau mengambil inisiatif itu.

"Apalagi pemegang kendali pemerintahan juga menjadi pengendali Partai Demokrat, yakni Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI dan juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat," pungkasnya. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diserang Kampanye Hitam, Aher Main Bola

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler