jpnn.com, BATAM - Kalangan pengusaha mengusulkan agar Presiden Jokowi berkonsultasi dengan mantan Ketua Otorita Batam BJ Habibie sebelum memutuskan mengenai transformasi Batam dari Free Trade Zone (FTZ) menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
"Begini ceritanya. Saya usulkan kepada Presiden agar sebelum memutuskan mengenai KEK Batam agar konsultasi dulu dengan BJ Habibie," kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Achmad Makruf Maulana, Senin (5/6).
BACA JUGA: Transformasi FTZ ke KEK Batam Masih Jauh dari Harapan
Usulan ini disampaikan dalam acara buka puasa Kadin Indonesia yang turut dihadiri oleh Presiden Jokowi. Saat itu, Makruf bersama dengan Ketua Kadin Pusat Rosan Roeslaini, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Pemberdayaan Daerah Anindya Bakrie dan Presiden Jokowi melakukan pertemuan tertutup.
Menurut Makruf, BJ Habibie yang juga merupakan Presiden Ketiga Indonesia sudah sangat paham mengenai seluk-beluk Batam dan pasti bisa memberikan solusi terbaik mengenai masa depan Batam.
BACA JUGA: Free Trade Zone Dinilai Masih Tepat untuk Batam
"Presiden setuju dan dia akan segera berkonsultasi," ucapnya.
Selain memberikan usulan, Makruf juga menyampaikan bahwa persoalan Batam terletak pada persaingannya dengan negara tetangga."Batam bersaing bukan dengan regional. Tapi dengan daerah luar seperti Malaysia, Vietnam dan lainnya yang masih memberlakukan FTZ," jelasnya.
BACA JUGA: Sumur 2 Diresmikan, Manfaat PLTP Jaboi Dirasakan pada 2019
Makanya untuk memperkuat FTZ, ia menilai langkah sekarang sudah sangat tepat. Dimana kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam berada langsung dibawah pengawasan Dewan Kawasan (DK) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Berikutnya adalah tinggal membenahi FTZ dan menambah sejumlah insentif penting.
"Presiden juga akan segera membawa persoalan ini untuk segera dibahas di sidang kabinet nanti setelah lebaran," paparnya.
Kajian mengenai kelayakan antara KEK dan FTZ memang masih menempatkan FTZ masih ideal untuk Batam saat ini. Sebagai contoh bahkan peneliti dari Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan FTZ masih ideal untuk Batam."Batam dengan segala kelebihannya masih cocok sebagai FTZ," katanya.
Batam berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia. Jika pasar domestik melayani ekspor dalam dan luar negeri, maka Batam merupakan kawasan yang fokus ekspor keluar negeri.
Namun, memang dalam perjalanannya sejak 2009, FTZ mengalami kemunduran. Meski Batam diklaim bebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) baik itu untuk bahan baku industri maupun barang konsumsi, pada kenyataannya harga barang-barang tersebut sama dengan harga di luar daerah pabean. Atau lebih mahal dari yang seharusnya.
Persoalan utamanya terjadi karena Batam sangat minim infrastruktur. Sebenarnya kawasan perdagangan bebas harus didukung oleh infrastruktur yang memadai. Namun Batam belum memilikinya."Konsep ekonomi sebaik FTZ harus diselaraskan dengan infrastruktur yang modern," ucapnya.
"Disamping itu, FTZ juga memerlukan regulasi yang pasti dan tentu saja membedakan antara impor bahan baku industri dan barang konsumsi. Jika peraturannya sama, maka seakan-akan tak ada insentif khusus bagi para pelaku industri," katanya lagi.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Undang Pemerintah India Berinvestasi di Indonesia
Redaktur & Reporter : Budi