jpnn.com - JPNN.com – Para pengusaha di Balikpapan memilih untuk memindahkan pabriknya ke Jawa.
Langkah itu diambil karena dianggap lebih efisien dalam proses ekspor barang.
BACA JUGA: Perum Perindo Ekspor Ikan Kerapu Hidup ke Hongkong
Contoh nyata yang dialami Hatta Nurjani.
Pengusaha produk kayu itu memilih memindahkan pabrik finishing produk ke Surabaya sebelum ekspor ke Jepang atau Eropa sejak 2008 silam.
BACA JUGA: Tutup Tahun, Perum Perindo Ekspor Olahan Rajungan ke AS
Alasannya, ekspor dari Balikpapan kala itu sangat tidak efisien.
“Bukannya untung malah banyak ruginya,” keluhnya.
BACA JUGA: Penetrasi Ekspor Rendah, UKM Harus Fokus Sertifikasi
Selain proses bongkar muat yang memakan waktu lama di Pelabuhan Semayang, barang juga mesti transit terlebih dahulu di Surabaya.
Pasalnya, Balikpapan belum berstatus direct call.
“Bongkar muat di Semayang waktu itu bisa dua sampai tiga minggu karena kapal-kapal mesti antre untuk sandar. Belum lagi kalau kapal penumpang masuk. Proses bongkar muat harus ditunda,” ujar Hatta.
Dia mengaku senang dengan adanya pelabuhan peti kemas Kariangau Kaltim Terminal (KKT) di Kariangau.
Lama bongkar muat atau dwelling time jadi sangat singkat. Sehari proses pun bisa loading barang.
Hatta pun telah memiliki workshop di Kawasan Industri Kariangau (KIK).
Saat ini, hanya produksi produk kayu setengah jadi.
Setelah itu, dikirim ke Surabaya untuk finishing sebelum diekspor.
Dia mempunyai harapan yang besar kalau produknya bisa langsung ekspor dari Balikpapan jika direct call dicanangkan di Kota Minyak.
Sebab, biaya dan waktu transportasi bisa dipangkas.
Persoalannya adalah infrastruktur di KIK sangat belum memadai.
Yakni, listrik yang belum tersedia.
Wakil Ketua Bidang Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Alexander Sumarno mengatakan, direct call ini sangat ditunggu-tunggu para pengusaha di Kaltim.
Namun, jika melihat akses jalan ke pelabuhan petik kemas PT Kaltim Kariangau Terminal (KKT) yang melalui Kawasan Industri Kariangau, sebaiknya pemerintah harus ikut membantu.
Menurutnya, bentuk jalan, sudut belokan, lebar jalan dan ketahanan jalan harus dipikirkan secara matang.
Paling tidak truk yang membawa kontainer besar sekitar 40 teus bisa melaluinya tanpa hambatan.
“Barang tidak semua bisa diangkut melalui jalur perairan. Namun, juga melalui jalur darat. Kalau kondisinya seperti jalan di KIK bagaimana waktu bisa lebih efisien. Konsumen di luar negeri sangat berpatokan dengan waktu. Mana yang lebih cepat, itu yang diambil,” terangnya. (aji/lhl2/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dokter Hewan Dipecat karena Ungkap Kondisi Ternak di Kapal
Redaktur & Reporter : Ragil