Pengusaha Dituding Mainkan Harga TBS

Minggu, 25 November 2012 – 13:10 WIB
JAMBI - Selain imbas dari krisis ekonomi di Eropa, memburuknya harga tandan buah sawit (TBS) di Jambi ditengarai juga disebabkan oleh permainan para pengusaha pabrik kelapa sawit (PKS). Menurut Pengamat Ekonomi dari Universitas Batanghari Pantun Bukit, mayoritas PKS di Jambi membeli TBS tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Mereka membeli dengan ketentuan harga sendiri.

“Alasannya bisa dibuat-buat. Seperti TBS petani dianggap tak sesuai standar perusahaan,” kata Pantun, Sabtu (24/11).

Selain itu, lanjut dia, perusahaan juga sering berdalih dan menilai buah sawit milik masyarakat rata-rata belum matang, sehingga menyebabkan kadar asamnya tinggi. Ini berkaitan dengan kualitas crude palm oil (CPO), sehingga harga rendah.

Dengan alasan yang dibuat-buat itu, PKS bisa seenaknya membeli TBS di luar harga ketetapan bersama yang dikeluarkan Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jambi. “Kalau mereka bilang anjloknya harga sawit karena imbas krisis global, itu memang iya. Tapi, tidak realistis terjadi penururunan hingga 100 persen. Masak ada sawit yang dibeli dengan harga Rp 500 per kilogram,” katanya, heran.

Menurut Pantun, pengawasan dari pemerintah (Dinas Perkebunan Provinsi) sangat kurang, sehingga PKS seenaknya mempermainkan harga sawit di tingkat petani. Dengan standar Rp 700 per kg itu yang diterapkan perusahaan. Sementara ketetapan harga Disbun yang dikeluarkan tiap minggu tidak dilaksanakan.

Pantun mengatakan, harga sawit yang ditetapkan perusahaan sekarang, rata-rata Rp 700 per kg. Ini berlaku untuk kebun sendiri dan plasma. Seharusnya, kata dia, perusahaan menetapkan harga lebih tinggi. Minimal mendekati harga yang ditetapkan Dinas perkebunan, sehingga petani tidak menjerit dengan harga sekarang ini.

“Disbun seharusnya bisa mengamankan harga yang telah ditetapkan. Sehingga tidak ada peluang terjadinya permainan harga di PKS,” tegasnya.

Pantun mengungkapkan, main mata pemda dengan sejumlah PKS juga bisa terjadi. Sebab, peluang untuk bermain memang terbuka lebar. Agar kekhawatiran itu tidak terjadi, dia menyarankan Disbun aktif mengontrol harga TBS. “Pemda harus benar-benar serius memperhatikan nasib petani, jangan hanya duduk saja. Kontrol harga sawit daerah, karena harga sawit secara nasional masih standar,” katanya.

Selain mengkritik, Guru Besar Unbari juga menyambut baik ide para pengusaha menambah pembangunan PKS. Tapi, dia meminta lahan sawit ditekan. “Kondisi ini harus diatasi dari sekarang, kalau tak diantisipasi, kedepan akan makin parah. Perusahaan akan sesuka hatinya membeli sawit warga dengan harga yang murah,” ujarnya.

Dia mencontohkan di Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). Di sana termasuk sentra perkebunan kelapa sawit, tapi tidak punya pabrik. Ini yang menyebabkan pabrik seenaknya memainkan harga.

Menurut Pantun, pendirian PKS merupakan solusi yang sangat efektif, mengingat saat ini banyak masyarakat memiliki kebun kelapa sawit dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Sekarang sangat banyak sawit warga yang usianya di bawah lima tahun dan panennya juga belum maksimal. Lima tahun kedepan akan makin bertambah hasil panennya dan ini kemungkinan akan menjadi masalah besar, kalau tidak dibangun PKS dari sekarang.

“Saat ini saja, banyak pabrik yang sudah menolak buah petani warga, belum lagi permainan harga jual sawit ke pabrik. Lima tahun ke depan, kabun warga masih buah pasir tentu hasilnya akan meningkat. Jadi, kalau semua berkebun dan tak ada pabrik yang menerimanya, lalu petani akan menjual kemana. Makanya hal ini harus menjadi perhatian pemerintah. Selain untuk meningkatkan ekonomi warga, juga bisa mendongkrak APBD, apabila bisa bekerja sama dengan pihak pengelola,” terangnya.

Terpisah, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) berjanji akan segera mengecek kebenaran adanya permainan harga di tingkat pabrik. Ia mengancam akan mencabut izin PKS jika memang benar-benar melanggar kesepakatan. “Nanti, sedang kita teliti,” ujarnya.

Ia meminta bupati/wali kota turut memantau secara serius masalah ini, jangan sampai petani dirugikan. Menurut HBA, ke depan komoditi sawit tidak hanya akan mengandalkan produksi sawit dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mengandalkan industri yang bisa merubah bahan mentah menjadi bahan yang siap komsumsi.

“Masyarakat tidak hanya menghasilkan buah sawit yang dirubah menjadi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit saja. Tapi lebih dari itu, menghasilkan bahan jadi yang siap dikomsumsi masyarakat. Setelah pabrik pengolahan sawit dibangun, akan disusul dengan dibangunnya pabrik lain yang dapat mendukung peningkatan industri sawit,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia mengaku sangat mendukung rencana pembangunan industri pengolahan sawit dan harus terus dikembangkan industri lainnya yang dapat mengolah sawit menjadi barang jadi yang bermanfaat lansung bagi masyarakat. Mantan bupati Sarolangun ini mengatakan, seiring semakin luasnya perkebunan sawit, sudah saatnya untuk mempersiapkan penambahan pembangunan pabrik kelapa sawit.

“Selain itu, animo masyarakat dalam memberdayakan lahan tidur untuk perkebunan sawit juga sangat meningkat. Apalagi komoditi sawit ini sangat prospektif untuk memberdayakan masyarakat, sehingga terlepas dari kemiskinan,” katanya.

Sementara itu, Bupati Muarojambi Burhanudin Mahir mengatakan, seharusnya saat ini investasi di bidang sawit didorong ke hilir. Tapi, bukan berarti indsutri hulu di stop. Sebab, kata dia, untuk membatasi investasi asing di hulu juga tidak bisa.
“Harusnya kalau mau mendorong hilir bisa melalui insentif ke industri yang berminat,” katanya.

Burhan mengaku akan memberikan kemudahan bagi pengusaha yang akan menanamkan modal. “Kita akan permudah mereka untuk bangun pabrik,” katanya.

Setali tiga uang, Pemkab Tanjab Barat juga mendukung saran pengusaha untuk memperbanyak PKS. Asisten II Setda Pemkab Tanjab Barat, Muklis berjanji bakal mempermudah proses perizinan bagi pengusaha yang akan membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di Tanjab Barat.

Penegasan ini disampaikan Muklis kepada Jambi Independent di ruang kerjanya. Menurut dia, kebijakan itu diambil untuk mengatasi rendahnya harga TBS yang disebabkan oleh menurunnya permintaan CPO akibat krisis di Eropa.

“Kemudahan perizinan yang kita maksudkan ini, yaitu bagi sembilan perusahaan pengolah kelapa sawit yang ada di Tanjab Barat mengalihkan produksi CPO mereka menjadi memproduksi  minyak atau sabun,” kata Muklis.

Menurut dia, saat ini sudah ada satu perusahaan, yaitu PT Aneka Multi Karta  yang mengajukan ekstraksi produk turunan. “Kemudahan yang Pemkab berikan adalah percepatan dalam proses perizinannya,” terangnya.(mui/hen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disperindag Pantau Harga Daging

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler