MAKASSAR - Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM), Sulawesi Selatan menolak membayar pajak hiburan seiring dengan pemberlakukan Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan. Perda yang mulai diterapkan Januari 2013 ini mewajibkan pengusaha karaoke umum di kota Makassar untuk membayar pajak 50 persen dari omset.
AUHM menilai kenaikan pajak dari 35 persen menjadi 50 persen sangat membebani pengusaha. Asosiasi yang menaungi 112 rumah karoke ini juga menganggap tidak ada aspek keadilan dalam Perda Nomor 3 tersebut.
Ketua AUHM Makassar, Zulkarnaen Ali Naru mengatakan, karena adanya ketidakadilan dalam perda tersebut, pihaknya sepakat untuk menolak membayar pajak mulai Januari tahun ini, sebelum ada kesepakatan antara pengusaha dan Pemkot.
Salah satu bukti ketidakadilan Perda ini, ujar Zulkarnaen, yakni perbedaan beban pajak antara karaoke umum dan rumah bernyanyi keluarga. Karaoke umum, kata dia, dibebankan pajak 50 persen dari omset, sementara rumah bernyanyi keluarga hanya dibebankan 35 persen.
"Sementara pengunjung karaoke umum itu hanya dimulai dari jam delapan malam sampai jam 2 pagi. Kalau karaoke keluarga itu buka siang malam, di mana aspek keadilannya?" protes Zulkarnaen seperti yang dilansir FAJAR (JPNN Group), Senin (4/4).
Selain itu, AUHM tidak pernah diminta tanggapan saat pembahasan Perda ini di DPRD. "Kami sudah mengajukan surat ke DPRD meminta untuk berdialog, tapi sepertinya telinga DPRD sudah tertutup, buktinya sampai sekarang kami belum pernah diundang untuk berdialog," ucap Zulkarnaen.
Jika Perda ini diterapkan, lanjutnya, maka itu akan mematikan usaha karaoke dan menghilangkan pendapatan ratusan tenaga kerjanya. "Harus dipahami usaha karaoke itu banyak beban pengeluaran, biaya listrik, biaya petugas operator, biaya maintenance. Nah kalau kita setor lagi 50 persen, mau bayar karyawan pake apa," kata Zul.
Ketua DPRD Makassar, Farouk M Betta yang yang dikonfirmasi tidak memberi komentar dan mengarahkan wartawan untuk mengkonfirmasi ke Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan Perda Pajak Hiburan DPRD Makassar, Lukman Basrah.
Lukman Basrah mengaku jika besaran pajak yang ditetapkan dalam perda tersebut mengacu pada Peraturan Menteri. "Bahkan dalam peraturan menteri, pajak hiburan itu ditetapkan maksimal 70 persen. Tapi kita ambil jalan tengah dengan menetapkan 50 persen," ujar Lukman. (kas/sil)
AUHM menilai kenaikan pajak dari 35 persen menjadi 50 persen sangat membebani pengusaha. Asosiasi yang menaungi 112 rumah karoke ini juga menganggap tidak ada aspek keadilan dalam Perda Nomor 3 tersebut.
Ketua AUHM Makassar, Zulkarnaen Ali Naru mengatakan, karena adanya ketidakadilan dalam perda tersebut, pihaknya sepakat untuk menolak membayar pajak mulai Januari tahun ini, sebelum ada kesepakatan antara pengusaha dan Pemkot.
Salah satu bukti ketidakadilan Perda ini, ujar Zulkarnaen, yakni perbedaan beban pajak antara karaoke umum dan rumah bernyanyi keluarga. Karaoke umum, kata dia, dibebankan pajak 50 persen dari omset, sementara rumah bernyanyi keluarga hanya dibebankan 35 persen.
"Sementara pengunjung karaoke umum itu hanya dimulai dari jam delapan malam sampai jam 2 pagi. Kalau karaoke keluarga itu buka siang malam, di mana aspek keadilannya?" protes Zulkarnaen seperti yang dilansir FAJAR (JPNN Group), Senin (4/4).
Selain itu, AUHM tidak pernah diminta tanggapan saat pembahasan Perda ini di DPRD. "Kami sudah mengajukan surat ke DPRD meminta untuk berdialog, tapi sepertinya telinga DPRD sudah tertutup, buktinya sampai sekarang kami belum pernah diundang untuk berdialog," ucap Zulkarnaen.
Jika Perda ini diterapkan, lanjutnya, maka itu akan mematikan usaha karaoke dan menghilangkan pendapatan ratusan tenaga kerjanya. "Harus dipahami usaha karaoke itu banyak beban pengeluaran, biaya listrik, biaya petugas operator, biaya maintenance. Nah kalau kita setor lagi 50 persen, mau bayar karyawan pake apa," kata Zul.
Ketua DPRD Makassar, Farouk M Betta yang yang dikonfirmasi tidak memberi komentar dan mengarahkan wartawan untuk mengkonfirmasi ke Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan Perda Pajak Hiburan DPRD Makassar, Lukman Basrah.
Lukman Basrah mengaku jika besaran pajak yang ditetapkan dalam perda tersebut mengacu pada Peraturan Menteri. "Bahkan dalam peraturan menteri, pajak hiburan itu ditetapkan maksimal 70 persen. Tapi kita ambil jalan tengah dengan menetapkan 50 persen," ujar Lukman. (kas/sil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berhutang, Pesawat Batavia Ditahan Angkasa Pura
Redaktur : Tim Redaksi