jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar menyebut usulan Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) dijadikan sebagai perguruan tinggi swasta, merupakan ide yang mengada-ada dan ahistoris.
Usulan itu sebelumnya disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Wahyu Sanjaya, pada rapat koordinasi Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, di DPR, Jakarta, Rabu (24/6) kemarin.
BACA JUGA: IPDN Gelar Halalbihalal Undang Ratusan Orang, Pak Tito Karnavian Diminta Bertindak Tegas
Wahyu mengusulkan hal tersebut karena menilai anggaran IPDN cukup besar ditanggung oleh negara. Anggaran yang dikeluarkan setiap tahun sangat tinggi. Misalnya tahun ini mencapai sekitar Rp 539 miliar.
"Saya pikir yang mengusulkan itu seperti tidak mengerti sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya sejarah dibentuknya IPDN," ujar Bahtiar, di Jakarta, Kamis (25/6).
BACA JUGA: Di Kampus IPDN, Tito Karnavian: Di Akpol Lebih 10 Orang Saya Keluarkan
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri ini bahkan menyebut, pengusul terkesan tidak menghargai para pendiri bangsa.
Bahtiar kemudian bercerita, IPDN didirikan proklamator kemerdekaan Indonesia Bung Karno, 17 Maret 1956 lalu di Malang, Jawa Timur, karena sangat dibutuhkan pamong praja yang mumpuni.
BACA JUGA: Ebi jadi CPNS dari IPDN, Ayah dan Ibunya Entah ke Mana
Karena itu, tak heran ketika kemudian para pamong praja lulusan IPDN menjadi andalan pemerintah membangun birokrasi di tanah air.
"Sejak awal kemerdekaan para pamong praja lulusan IPDN telah melaksanakan pengabdiannya kepada bangsa dan negara, dan lulusannya tersebar di seluruh Indonesia," ucapnya.
Lulusan IPDN, kata Bahtiar, juga umumnya ditempatkan di pelosok-pelosok negeri yang susah akses. Di perbatasan negara hingga pulau-pulau terluar. Mereka tidak pernah mengeluh, mengabdi dengan sepenuh hati.
"Makanya, saya menyayangkan usulan itu. Pihak yang mengusulkan itu seperti tidak memahami filosofi pamong praja. Pernyataan tersebut melukai kehormatan para pamong praja dan purna bakti pamong praja yang tulus mengabdi kepada negara ini," katanya.
Pandangan senada dikemukakan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik. Menurut Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK) ini, IPDN hadir karena kebutuhan.
Sama halnya seperti kepolisian membutuhkan polisi yang memiliki kualifikasi khusus, maka dibentuklah Akademi Kepolisian, aau saat TNI membutuhkan perwira dengan kualifikasi khusus, mereka dididik di Akademi Militer.
"Untuk mendidik, jelas membutuhkan anggaran negara. Karena lulusannya bekerja untuk menjaga keutuhan negara dan menjalankan roda pemerintahan," pungkas Akmal. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang