jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik muda Hasan Basri mengatakan, kualitas SDM menjadi kunci utama untuk meraih keuntungan dari adanya bonus demografi bangsa ini.
"Era bonus demografi untuk bangsa Indonesia sudah di depan mata. Kualitas SDM menjadi kunci utamanya," kata Hasan saat meluncurkan bukunya yang berjudul "Milenial dan Perubahan: Menyambut Bonus Demografi" di Jakarta, Kamis (26/9).
BACA JUGA: Bantu Presiden Jokowi, Ribuan Diaspora akan Bahas Pemindahan Ibu Kota dan Kualitas SDM
Untuk mendapatkan bonus demografi, lanjutnya, program peningkatan kualitas SDM selama 10 tahun ke depan harus dipacu. Bila kita tidak ingin kehilangan momentum yang hanya terjadi sekali ini.
Menurut Hasan, saat ini, masih ada tantangan terbesar dalam menyongsong bonus demografi. Yaitu masih rendahnya kualitas SDM Indonesia, yang ditandai oleh proyeksi rata-rata lama sekolah SDM Indonesia, yakni baru mencapai 8,78 tahun (setingkat kelas 3 SMP) pada 2030. Maka, diperlukan perspektif dari seluruh pihak, untuk mengatasi problematika fundental tersebut.
BACA JUGA: Genjot Kualitas SDM, Kemnaker Gandeng Jepang
"Untuk itu, melalui buku 'Milenial dan Perubahan: Menyambut Bonus Demografi' ini diharapkan memberikan konstribusi signifikan bagi strategi penyiapan SDM Indonesia. Khususnya generasi muda," ujar Hasan.
Buku ini juga, kata Hasan, mengulas berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, seperti masalah kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan skil SDM Indonesia. Juga analisis terkait perkembangan inovasi teknologi, digitalisasi, dan revolusi industri 4.0. Disertai alternatif solusi terhadap perkembangan-perkembangan tersebut.
"Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif, akan sangat rendah," terangnya.
Di sisi lain, lanjut Hasan, bonus demografi yang dimiliki tak hanya berpotensi menguntungkan Indonesia tapi juga berpotensial merugikan. Bahkan bisa menjadi ancaman serius. Bahkan bisa sangat berbahaya apabila tidak diantisipasi dan dikelola dengan benar. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad