JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) resmi melaporkan Hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Roziyanti, ke Komisi Yudisial (KY). Si hakim dinilai lalai menjalankan tugas karena menjatuhkan vonis pidana penjara 2 bulan 6 hari dipotong masa tahanan terhadap bocah 11 tahun berinsial DS.
Menurut Direktur Advokasi LBHI, Bahrain, jika Roziyanti memahami perkembangan peraturan perundang-undangan dan jeli melihat persoalan, tentu kejadian penahanan dan pemidanaan terhadap DS bisa dihindari.
“YLBHI menilai kelalaian telah terjadi dan dilakukan aparat penegak hukum. Dalam hal ini Majelis Hakim Pemeriksa Roziyanti, selaku hakim tunggal yang menyidangkan perkara Nomor 162/Pid.B/2013/PN-Pms. Selain itu YLBHI juga menilai Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar juga melakukan kelalaian yang sama,” ujar Bahrain kepada JPNN di Jakarta, Selasa (11/6).
Beberapa kelalaian yang dilakukan di antaranya, bahwa Roziyanti sama sekali tidak memerhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 1/PPU-VIII/2010 tahun 2010. Bahwa ditetapkan batas minimal usia anak yang dapat dituntut pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Sementara DS diketahui masih berusia 11 tahun.
“Jadi di sini ada kesalahan penerapan hukum. Undang-Undang Perlindungan anak itu kan sifatnya restoratif justice. Bahwa yang diutamakan adalah pilihan yang terbaik. UU tersebut sudah ada dari tahun 2004 lalu,” ujarnya.
Kelalaian lain, penahanan terhadap DS dinilai telah dilakukan dengan sewenang-wenang yang tidak berdasarkan hukum yang berlaku. YLBHI menurut Bahrain, menilai hal tersebut merupakan perampasan kemerdekaan yang tidak dibenarkan oleh undang-undang. Dan itu masih diperparah dengan tidak maksimalnya bantuan hukum yang diberikan pada DS.
“Kita juga sangat menyesalkan jika ternyata tempat penahanan DS selama ini tidak dipisahkan dengan tempat penahanan orang dewasa. Ini tidak sesuai dengan Pasal 45 ayat 3 UU Perlindungan Anak jo Pasal 19 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 58 tahun 2010,” ujarnya.
Karena itu lewat pengaduan yang dilayangkan, YLBHI menurut praktisi lainnya, Julius Ibrani, meminta dua hal pada Ketua KY. Yaitu segera memeriksa Roziyanti, Ketua PN Pematang Siantar dan pihak-pihak yang terlibat lainnya, sesuai etik dan sumpah jabatan.
“Kita juga meminta Ketua KY untuk memberikan teguran kepada Ketua Mahkamah Agung yang telah lalai melakukan fungsi dan tugas dalam pengawasan terhadap penerapan undang-undang yang berlaku sebagai pedoman hakim menjalankan tugas dan fungsinya,” ujar Julius di gedung KY seusai mendaftarkan pengaduan YLBHI.(gir/jpnn)
Menurut Direktur Advokasi LBHI, Bahrain, jika Roziyanti memahami perkembangan peraturan perundang-undangan dan jeli melihat persoalan, tentu kejadian penahanan dan pemidanaan terhadap DS bisa dihindari.
“YLBHI menilai kelalaian telah terjadi dan dilakukan aparat penegak hukum. Dalam hal ini Majelis Hakim Pemeriksa Roziyanti, selaku hakim tunggal yang menyidangkan perkara Nomor 162/Pid.B/2013/PN-Pms. Selain itu YLBHI juga menilai Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar juga melakukan kelalaian yang sama,” ujar Bahrain kepada JPNN di Jakarta, Selasa (11/6).
Beberapa kelalaian yang dilakukan di antaranya, bahwa Roziyanti sama sekali tidak memerhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 1/PPU-VIII/2010 tahun 2010. Bahwa ditetapkan batas minimal usia anak yang dapat dituntut pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Sementara DS diketahui masih berusia 11 tahun.
“Jadi di sini ada kesalahan penerapan hukum. Undang-Undang Perlindungan anak itu kan sifatnya restoratif justice. Bahwa yang diutamakan adalah pilihan yang terbaik. UU tersebut sudah ada dari tahun 2004 lalu,” ujarnya.
Kelalaian lain, penahanan terhadap DS dinilai telah dilakukan dengan sewenang-wenang yang tidak berdasarkan hukum yang berlaku. YLBHI menurut Bahrain, menilai hal tersebut merupakan perampasan kemerdekaan yang tidak dibenarkan oleh undang-undang. Dan itu masih diperparah dengan tidak maksimalnya bantuan hukum yang diberikan pada DS.
“Kita juga sangat menyesalkan jika ternyata tempat penahanan DS selama ini tidak dipisahkan dengan tempat penahanan orang dewasa. Ini tidak sesuai dengan Pasal 45 ayat 3 UU Perlindungan Anak jo Pasal 19 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 58 tahun 2010,” ujarnya.
Karena itu lewat pengaduan yang dilayangkan, YLBHI menurut praktisi lainnya, Julius Ibrani, meminta dua hal pada Ketua KY. Yaitu segera memeriksa Roziyanti, Ketua PN Pematang Siantar dan pihak-pihak yang terlibat lainnya, sesuai etik dan sumpah jabatan.
“Kita juga meminta Ketua KY untuk memberikan teguran kepada Ketua Mahkamah Agung yang telah lalai melakukan fungsi dan tugas dalam pengawasan terhadap penerapan undang-undang yang berlaku sebagai pedoman hakim menjalankan tugas dan fungsinya,” ujar Julius di gedung KY seusai mendaftarkan pengaduan YLBHI.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Komcad Dinilai Tidak Amanat Reformasi
Redaktur : Tim Redaksi