Penjelasan Firli Bahuri Soal Hukuman Mati di Kasus Mensos Juliari

Senin, 07 Desember 2020 – 12:10 WIB
Menteri Sosial Juliari P Batubara meninggalkan ruang pemeriksaan di Gedung KPK mengenakan rompi tahanan, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: ANTARA/Galih Pradipta

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan lembaganya masih mendalami penerapan pasal dengan ancaman pidana hukuman mati terkait kasus dugaan rasuah yang menjerat Mensos Juliari P Batubara dkk.

Mensos Juliari bersama empat orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial (Bamsos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020.

BACA JUGA: Ini Pasal Hukuman Mati Pelaku Korupsi di Masa Pandemi, Siap-siap Saja ya

Firli memahami diskusi publik terkait dengan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur penjatuhan hukuman pidana mati dalam keadaan tertentu.

"Tentu kita (KPK-red) akan dalami apakah Pasal Dua itu bisa kita buktikan terkait pengadaan barang jasa," kata Ketua KPK Firli Bahuri di sela-sela jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12), terkait penahanan Juliari dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial Adi Wahyono (AW).

BACA JUGA: Ruhut Sitompul: Beliau Arif dan Bijaksana

Menurut Firli, hal-hal yang didalami terkait pasal tersebut antara lain unsur setiap orang yang berarti pelakunya. Kedua, adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum dengan sengaja untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain atau korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.

"Itu kita dalami tentang proses pengadaan barangnya," kata Firli menjelaskan.

BACA JUGA: Polda Metro Jaya Sudah Siap Tetapi Rizieq dan 42 Pengacaranya Belum Terlihat

Namun, mantan Kapolda Sumatera Selatan ini mengatakan bahwa saat ini penyidik masih fokus terhadap kasus suap yang menjerat Juliari dan kawan-kawan tersebut.

"Tetapi perlu diingat yang kami sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, itu yang kita gelar hari ini," ucap Firli memberi penekanan.

Sebelumnya, Firli Bahuri sempat mengingatkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi pada saat bencana seperti di masa pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, dapat diancam dengan hukuman mati.

"Apalagi di saat sekarang, kita sedang menghadapi wabah Covid-19. Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat, korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," tegas Firli beberapa waktu lalu.

Dalam pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1 miliar (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Kemudian pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.(antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler