Cheryl Roehrich, seorang penanam bunga dari Trentham di negara bagian Victoria, Australia telah menghabiskan waktu setahun untuk mempersiapkan salah satu hari terpenting di hidupnya: Hari Valentine. Industri bunga Victoria memperkirakan kerugian akan mencapai "jutaan" karena 'lockdown' kilat bertepatan dengan Hari Valentine Seorang penanam bunga di Trentham kehilangan 80 persen persediaannya dalam satu hari Para petani mendesak warga Victoria untuk mendukung petani dan toko bunga lokal

 

BACA JUGA: Penggemar K-Pop di Indonesia Cukup Kuat untuk Jadi Agen Perubahan?

Menyambut hari tersebut, ia telah menyiapkan banyak bunga yang telah dipotong untuk lima pernikahan yang telah direncanakan.

Namun, segala aktivitasnya harus terhenti ketika Pemerintah negara Victoria mengumumkan 'lockdown' cepat selama lima hari pada Jumat sore (11/1) lalu.

BACA JUGA: Cara Kreatif Pemerintah Inggris Membujuk Warga Ikut Vaksinasi COVID-19

"Jam 1, saat [lockdown] diumumkan, industri ini mengalami kekacauan," kata Cheryl.

"Bunga-bunga sudah disiapkan, siap dipakai untuk pernikahan, tanaman telah dipetik dan truk sudah mulai mengantar produk kami, [lockdown] ini telah merusak bisnis kami," katanya lagi.

BACA JUGA: Tak Bisa Masuk Australia, Mahasiswa Asal Indonesia Kesulitan Mengikuti Kuliah Daring

"Ini adalah ketiga kalinya banyak bunga kami pada dasarnya terbuang percuma, dan tidak ada yang bisa kami lakukan."

Sebanyak 80 persen stok bunga mereka tersebut telah terbuang cuma-cuma selama akhir pekan, beberapa di antaranya bunga seperti hydrangea, protea dan tanaman hijau. 'Harus berapa kali?'

Kini, Cheryl mempertanyakan langkah berikutnya.

"Harus berapa kali bisnis kecil menerima pukulan seperti ini, dan [berusaha] bangkit kembali?" katanya.

Ia mengatakan setelah 'lockdown' pertama, dirinya sempat 'ragu' untuk menanam bunga sebagai persediaan musim berikutnya.

"Akhirnya kita melakukannya, tapi ada 'lockdown' lagi. Apakah kami tetap terus menanam? Apakah kami tetap menunggu sampai semua ini selesai?"

Di pusat kota Melbourne, penjual bunga Liz Ricci mengatakan 'lockdown' yang baru diberlakukan, ditambah pergerakan warga yang tak boleh lebih dari lima kilometer dari rumah, telah mengurangi jumlah pejalan kaki yang adalah pelanggannya.

"Kami hanya menjual 30 persen dari yang biasanya kami jual," katanya.

Liz mengatakan pesanan online masih berjalan, tapi itu tidak cukup.

"Beberapa dari bunga ini hanya akan menjadi sampah," ujarnya.

"Kami bahkan tidak bisa pergi ke pusat kota dan memberikannya kepada orang-orang, tidak ada orang di sini." Industri berjalan cukup baik meski ada kerugian

Kepala eksekutif 'Flowers Industry Australia' Anna Jabour mengatakan sulit untuk menentukan angka kerugian penjualan bunga selama akhir pekan, tapi memperkirakan jumlahnya akan mencapai jutaan.

"Di Hari Valentine saja, [biasanya] penjual bunga manapun bisa meraup keuntungan tiga bulan dalam sehari," katanya kepada ABC.

Menurutnya, 'lockdown' berdampak signifikan bagi mereka yang sudah menerima pesanan dari banyak acara korporat atau pernikahan, yang akhirnya dibatalkan.

"[Lockdown] juga benar-benar membawa perubahan besar bagi penjual bunga, ketika tidak ada pejalan kaki yang melewati tokonya."

Anna mengatakan meskipun kerugian terus terjadi selama akhir pekan, industri ini masih berada di jalur yang cukup baik.

Dia mengatakan hilangnya ekspor selama pandemi Covid-19 menyebabkan produksi lokal meningkat.

"Muncul dorongan besar pada petani lokal, sehingga sangat senang melihat toko bunga mendukung [petani] lokal," kata Anna. Penjual bunga dorong beli bunga lokal

Anna mengatakan banyak petani mencari kompensasi atas kerugian selama akhir pekan, tetapi mereka telah meminta warga Victoria untuk mendukung usaha kecil.

Ini menjadi perhatian penjual bunga dari Melbourne Shane Sipolis.

"Ketika akhir pekan, semuanya mati, telepon berhenti berdering," katanya.

"Kemudian sekitar jam makan siang pada hari Minggu, klien-klien setia kami mulai memesan bunga dari rumah, mengeluarkan kami dari situasi yang mengkhawatirkan."

Selama Hari Valentine, tidak ada kerumunan serta masih ada seribu batang mawar yang tersisa.

"Tapi setiap orang telah membantu kami, memungkinkan kami untuk tetap bertahan," tutupnya.

Diterjemahkan oleh Mariah Papadopoulos dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sisa Pabrik Bir dari Masa 5.000 Tahun Lalu Ditemukan di Mesir

Berita Terkait