bail out sebesar Rp 6,7 triliun.
Sekretaris Lembaga LPS Samsu Adi Nugroho mengatakan pihaknya telah menghentikan proses seleksi lantaran tiga calon investor tersebut tidak memenuhi syarat administratif, termasuk syarat dukungan kemampuan keuangan untuk melakukan pembelian keseluruhan saham Bank Mutiara. "Karena tidak ada calon investor yang memenuhi syarat, jadi sesuai regulasi, kami akan membuka kembali proses penjualan saham Bank Mutiara pada waktu yang akan kami tentukan kemudian," ungkapnya.
Berdasarkan UU nomor 24 tahun 2004 tentang LPS, maka LPS harus segera menjual bank yang telah diambil alih, saat performa ekuitas atau modal bank yang di bail out menunjukkan nilai yang positif. LPS pun harus menjual sahamnya kepada pihak luar, dan total penjualan sahamnya minimal harus sama dengan nominal bail out sebesar Rp 6,7 triliun.
Merujuk pada pasal 42 regulasi tersebut, keputusan untuk menjual saham ini sebenarnya harus diambil LPS tiga tahun sejak bail out tahun 2008, yakni pada 2011. Tetapi, LPS belum berhasil mendapatkan pembeli saham Bank Mutiara dalam kurun tiga tahun. Oleh sebab itu, deadline LPS pun mundur lagi dua tahun, tepatnya pada 2013 mendatang. Jika pada akhir 2013 LPS gagal menjual saham Bank Mutiara sesuai nilai bail out, maka selang setahun LPS berwenang untuk menjual saham tanpa mempertimbangkan nilai bail out.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengatakan penawaran saham Bank Mutiara sebesar Rp 6,7 triliun memang menjadi faktor penghambat paling utama. Angka tersebut dinilai terlampau mahal, lantaran nilai buku Bank Mutiara hanya mencapai Rp 1 triliun. Dia menjelaskan, harga jual bank yang saat ini dalam level bagus sekalipun adalah 3,3 kali lipat dari nilai buku. "Sehingga kalau Bank Mutiara adalah bank yang bagus, maka maksimal harus dijual Rp 3,3 triliun," ungkap Tony kepada Jawa Pos.
Menurut Tony, penjualan saham Bank Mutiara di bawah nilai bail out tentu saja menimbulkan kerugian negara. Lantaran itu, opsi untuk menjual Bank Mutiara saat ini, sebutnya, masih belum menguntungkan. "Mutiara bisa terjual Rp 6,7 triliun butuh waktu 10 tahun. Pilihannya memang apakah pemerintah ingin mengoptimalkan harga, atau memenuhi target waktu," terangnya.
Namun demikian, target waktu pada 2013 mendatang sebenarnya, menurut Tony bisa diantisipasi dengan revisi regulasi. "Perlu ada revisi regulasi. Karena kalau Mutiara dijual dalam keadaan rugi, maka dikhawatirkan terjadi isu politik, dan cukup berisik. Kalau mau bisa menunggu 5 tahun ke depan, setidaknya proyeksinya bisa mencapai Rp 6 triliun," jelasnya.
Lalu, siapa kandidat yang potensial untuk membeli saham Bank Mutiara" "Saya rasa bank BUMN paling potensial," ungkapnya. Selain sehat, Tony menjelaskan exposure kredit BUMN adalah di pangsa korporasi. Sementara Bank Mutiara sendiri memiliki basis nasabah Tiongkok yang bisa memperkaya exposure kredit bank-bank BUMN. "Kredit di segmen ritelnya bisa kuat. Ini peluang," terangnya. (Gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Layani Pemudik, Astra Kerahkan 930 Tenaga Andal
Redaktur : Tim Redaksi