Penolakan Kenaikan BBM Partai Koalisi Bersyarat

Jumat, 30 Maret 2012 – 17:52 WIB

JAKARTA – Delapan fraksi di DPR selain Partai Demokrat menolak rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada rapat paripurna DPR, Jumat (30/3). Namun demikian, meski mengejutkan dengan menyatakan penolakan, Fraksi Partai-partai koalisi tetap memberikan syarat.

Hal ini terkait usulan pemerintah untuk mengubah pasal 7 ayat 6 UU RAPBN-P. Pemerintah berharap diberikan fleksibilitas menaikan harga BBM bila terjadi kenaikan harga minyak dunia.

Tiga fraksi non koalisi yakni Fraksi PDIP, Hanura dan Gerinda sepakat pasal 7 ayat 6 UU RAPBN-P tidak perlu diubah. Hal ini artinya tidak memberikan ruang apapun pada pemerintah untuk menaikan harga BBM.

Namun 6 fraksi lainnya, yang tergabung dalam Setgab koalisi, memberikan persetujuan namun dengan syarat ambang batas kenaikan harga minyak yang berbeda-beda. Partai Demokrat mengajukan pemerintah bisa menaikan harga minyak bila minyak dunia naik lebih dari 5 persen, Golkar 15 persen, PAN 15 persen, PKS 20 persen, PKB 17,5 persen dan PPP 10 persen. Padahal saat ini, harga minyak dunia terhadap ICP sudah mencapai 15 persen. Artinya andai pasal ini lolos dan disetujui di paripurna, maka pemerintah serta merta bisa menaikan harga BBM.

Jalannya Sidang Paripurna

Rapat dimulai dengan laporan Badan Anggaran (Banggar) DPR, yang dibacakan Ketua Banggar Melchias Markus Mekeng. Setelah Mekeng membaca,  pimpinan rapat Marzuki Alie,  memberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi yang ada untuk menyampaikan pandangan.

Namun, interupsi-interupsi tak terelakkan. Setelah memberikan beberapa Anggota DPR kesempatan, Marzuki pun kemudian memersilahkan masing-masing fraksi menyampaikan pandangan. Dimulai dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), melalui Tjatur Sapto Edy.

Tjatur mengatakan, dengan putusan MK tahun 2005 yang mencabut pasal 28 ayat 2, maka harga BBM bersubsidi ditetapkan oleh pemerintah. "Itu adalah domain pemerintah, secara konstitusional ada di pemerintah," katanya.

Ia mengatakan, DPR dalam hal ini memahami nilai subsidi Rp225 triliun untuk energi harus digunakan searif mungkin, bahkan pemerintah bisa menurunkan BBM, bisa tetap, kalau bisa jangan dinaikkan.

Karena dengan subsidi Rp225 triliun, defisit hanya 2,23 persen. Kalau tidak, kata dia, defisit bisa mencapai angka tiga persen dan melanggar Undang-undang. "Dan bisa menyebabkan utang baru," ujar Tjatur.

Dia menegaskan, kalau saja DPR diberi kebijakan menentukan harga, maka FPAN akan menentukan harga beras, sembako, tidak naik. Tapi, karena domain pemerintah PAN minta harga itu dikendalikan oleh pemerintah.

"Kita  mnt harga itu dikendalikan, dipakai subsidi Rp225 triliun itu seefisien mungkin. Kita tidak ingin ada utang baru, dan defisit yang tinggi," katanya.

PAN ingin generasi mendatang tidak mengandalkan impor BBM yang menguntungkan asing. Tapi, dari sumber energi bangsa sendiri.  "Kita berpikir next generation. Saya minta pemerintah bisa mengendalikan itu. DPR bisa berikan subsidi cukup kepada pemerintah untuk untuk cegah kemiskinan dan pengangguran," kata Tjatur.

Terkait usulan pemerintah soal penambahan ayat 6a pada pasal 7 UU APBNP 2012, PAN berpandangan pemerintah bisa menyesuaikan harga BBM apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) itu lebih dari 15 persen dari asumsi ICP dalam APBN sebesar 105 US$ perbarel.

"Supaya pemerintah tidak secepat-cepatnya menaikkan harga BBM. (Tapi)
Kalau (ICP) turun, (pemerintah harus) cepat turunkan harga BBM," kata dia.
           
menyakini pemerintah amat memahami, dan menyadari kondisi nyata masyarakat yang masih banyak mengalami kesulitan.

"PPP yakin, pemerintah tidak akan mengambil  kebijakan yang menyengsarakan dan menyakiti hati rakyat," kata Romi.

Menurut Romy lagi, setelah mendengar aspirasi yang berkembang di masyarakat, PPP menilai psikologi masyarakat belum bisa menyesuaikan rencana kenaikan harga BBM.  PPP yakin pemerintah memiliki pandangan sama dan akan mengambil kebijakan yang arif dan bijaksana. 

PPP juga mengimbau harga BBM dapat ditunda, sampai kondisi rill masyarakat siap. PPP yakin, pemerintah memiliki kemampuan menganalisis harga minyak dunia dan mengelola ekonomi mikro dan makro.

PPP juga menyerahkan kepada pemerintah dalam kaitan dengan pasal 7 ayat 6a, perlu keleluasaan untuk pemerintah, agar pemerintah selalu datang ke DPR.  PPP juga mengusulkan ICP dalam pasal 7 ayat 6a lebih dari 10 persen dari ICP 105 US$ perbarel.

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) melalui  juru bicaranya, Toha mengatakan, hal terpenting dan substansif, untuk usulan pemerintah agar pasal 7 ayat 6 dihapus, “Kami bersepakat bahwa pasal 7 ayat 6 tidak dihapus, dan diberi tambahan pasal 7 ayat 6a,” katanya.

Terkait fenomena yang terjadi di lapangan dan mendengar masukan dari masyarakat luas, FPKB, menyetujui jika pasal 7 ayat 6a,  mengangsumsikan harga kenaikan dan penurunan 17,5 persen harga ICP, yang diasumsikan dalam perubahan APBN pemerintàh berwenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.

“Kami meminta kepada pemeringtah untuk tidak menaikkan harga BBM saat ini. Kami meminta pemeringtah bisa melakukan penghematan dan melakukan ini dengan baik. Meski demikian FPKB selalu memerhatikan apa yang menjadi masukan, aspirasi dan keinginan rakyat,” kata Toha.

Fraksi Partai Gerindra melalui juru bicara, Ahmad Muzani, menegaskan, sejak awal partainya memahami tentang bebannya subsidi pemerintah untuk tetap memertahankan harga BBM. Apalagi asumsi ICP dari 105 US$ perbarel menjadi US$ 122 perbarel menjadi beban yang berat bagi pemerintah memertahankan harga BBM.

“Akan tetapi, Fraksi Gerindra tidak bisa memahami ketika beban berat APBN itu, terhadap subsidi itu harus dibebankan kepada rakyat. Dalam pandangan kami, rencana terhadap upaya menaikkan BBM, dengan mengurangi subsidi, akan menambah beban masyarakat dan kemiskinan baru, kualitas kesehatan, pendidikan menurun. “Pada akhirnya menyebabkan kualitas manusia yang menurun,” ujarnya.

“Oleh karena itu di tengah situasi yang sulit sekarang ini, Fraksi Gerindra sejak awal berjuang agar harga BBM tetap dipertahankan seperti sekarang ini.

Dalam pembahasan APBN Gerindra menginginkan pemerintah mengambil opsi menambah subsidi menjadi Rp178  triliun, listruk Rp65 triliun dan cadangan fiskal Rp23 triliun,” katanya. Gerindra yakin pemerintah masih mempunyai kemampuan untuk menambah sebesar Rp55 triliun dari berbagai macam penghematan dan kegiatan yang implikasinya penghamburan uang negara. “Tentu saja diikuti pembatasan penggunaan BBM yang tidak perlu,” ujarnya.

Gerindra ingin tetap memertahankan pasal 7 ayat 6 di UU APBN. Dan tidak menerima usulan ayat 6a karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Ia menegaskan, negara punya kemampuan untuk mengelola sumber daya demi kepentingan rakyat banyak sebagaimana yang diamanahkan pasal 33 UUD 1945.

“Fraksi Gerindra berharap sidang paripurna menetapkan bersama-sama pasal 7 ayat 6 tanpa menyetujui ayat 6a,” tegas Sekjen Gerindra itu.

Fraksi Hanura melalui Eric Satriawardana menegaskan, partainya konsisten dan tegas menyatakan tidak menyetujui kenaikan BBM. “Pemerintah bisa melakukan upaya lain,” tegasnya.

Hanura berpandangan besarnya subsidi energi timbul karena kegagalan pemerintah mengelola energi dan gagal melakukan efisiensi secara signifikan. “Kalau bisa memerbaiki ini, tidak perlu melakukan kebijakan menaikkan BBM,” katanya. Selain itu, Hanura juga meminta pemerintah melakukan renegosiasi kontrak karya yang selama ini dinilai cenderung merugikan nasional.

Nilai subsidi Rp226 triliun tidak mengakomodasi kenaikan harga BBM dari Rp4500 menjadi Rp6000. “Fraksi fraksi menolak usulan pemerintah, perubahan atau penambahan pasal 7 ayat 6. Tetap memertahankan pasal 7 ayat 6.  dan menolak usulan penambahan pasal 6a,” katanya.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) melalui Abdul Hakim menyatakan, partainya istiqoamah dengan sikap-sikapnya sebagaimana pidato yang disampaikan Presiden PKS saat pembukaan dan penutupan Mukernas di Medan. “Bahwa Fraksi PKS senantiasa bersama rakyat dan membela kepentingan rakyat,” katanya.

Karena itu, lanjut dia, FPKS mencermati postur RAPBN 2012, yang mengalokasikan kebijakan subsidi energi Rp225 triliun, FPKS menganggap ruang fiskal yang tergambar dari cadangan fiskal tersebut sangat memungkinkan pemerintah untuk tidak naikkan harga BBM. “FPKS konsisten bersama penderitaan rakyat, maka FPKS menolak kenaikan harga eceran BBM,” tegasnya.

FPKS sependapat bahwa RUU APBNP 2012, pasal 7 ayat 6 masih tetap yang mengatur harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan tidak dinaikkan.

“Soal ayat 6a hanya dimungkinkan apabila harga ICP di atas 20 persen dan dihitung rata-rata  90 hari atau tiga bulan sejak sekarang. Kesimpulan Fraksi PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi,” kata Hakim.

Fraksi PDI Perjuangan melalui Theodorus, berterima kasih karena pendapat PDIP dalam perdebatan Banggar terbukti benar. “Apa yang disampaikan hari ini terbukti. Atas penolakan pemerintah di atas nota keuangan menaikkan harga BBM kami tolak,” katanya.  “Apa yang kami argumen itu baru disampaikan semua fraksi di isni. Jadi, kami tidak berpendapat lagi. Karena itu pendapat kami. Dan terbukti pada sidang yang terhormat,” jelasnya.

Dia mengatakan, tidak ada lagi putaran kedua. “Putuskanlah segera. Pasal 7 ayat 6 tetap berlaku. Dan pasal-pasal yang dikatakan siluman, akal-akalan janganlah dimasukkan lagi,” tegasnya.

Fraksi Partai Golkar, melalui Sufit, mengatakan, awalnya FPG sudah nyatakan dirinya ‘Suara Golkar Suara Rakyat’. Pihaknya mengkaji mendalam terhadap ekonomi Indonesia saat ini, dan pada awal pembicaraan di Banggar ada kecenderungan PG mulanya agak memahami keinginan pemerintah.

“Tapi, ketika rakyat menuntut, berteriak, mengingatkan Partai Golkar, bawah Partai Golkar adalah partai rakyat, tentu kami kaji ulang, kami pelajari secara baik, pemberian persetujuan penambaan subsidi energi sebanyak Rp58 trilun, dari Rp167 menjadi Rp225 t adalah angka yang sudah cukup apalagi ditambah dengan penghematan yang seharusnya dilakukan pemerintah. “Fraksi Partai Golkar menyatakan, bahwa kami menolak kenaikan harga BBM,” tegasnya.


Dia menyatakan, memang kewenangan berada di domain pemerintah, tetapi tentu saat ini dianggap hal itu tidak perlu dilakukan. Ia juga menambahkan, Partai Golkar, bersama lima fraksi lain yang di Banggar DPR ini dilaporkan menyetujui pasal 7 ayat 6a, maka pada saat ini Golkar usulkan perubahan dari yang disampaiklan tadi.

Yakni terkait harga ICP 105 US$ perbarel, jika turun 15 persen maka pemerintah berwenang untuk  melakukan langkah yang diperlukan sesuai peraturan Undang-undang yang berlaku.

“Penjelasan yang dimaksud harga ICP dalam kurun waktu berjalan adalah realisasi harga minyak mentah Indonesia enam bulan terakhir. Kami anggap 15 persen rata-rata adalah sikap yang pantas disampaikan Partai Golkar,” tegasnya. “Partai Golkar mendengar rakyat untuk menolak kenaikan harga BBM,” tegasnya lagi.

Terakhir dari Fraksi Partai Demokrat melalui Edhie Baskoro Yudhoyono, menyatakan, inilah masa yang berat dan tidak mudah bagi PD. Bahkan, diakuinya mudah disalahpersepsikan seolah-olah tidak berpihak kepada rakyat dan pada posisi yang paling tidak populer.

Ia menyatakan, PD tetap berpikir jernih, rasional, dan mencari opli paling baik, sejatinya untuk kepentingan ràkyat juga. “Dengan segala resiko politik dan mengorbankan citra dan pencitraan, Partai Demokrat setuju langkah pemerintah menyelamatkan ekonomi nasional,” katanya.

Dia menegaskan, penyesuaian ini agar APBNP tetap sehat dan mengawal perekonomian. Dia menegaskan, jika harga BBM naik, maka rakyat miskin dan berpenghasilan rendah akan dilindungi dengan bantuan. Selain itu juga akan diberikan BLSM, beasiswa miskin dan bantuan transportasi.

“Menyangkut penyesuaian APBNP pasal 7 ayat 6, dalam hal harga ICP dalam kurun waktu berjalan kenaikan lima persen dari ICP pemerintah berwenang melakukan penyesuaian harga BBM,” katanya.

“Ini harus diformulasikan dalam bentu lobi.  Tidak mungkin kita formulasikan dalam ruang paripurna ini,” kata Alie. Rapat paripurna pun kemudian dilanjutkan pada forum loby.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendemo Akhirnya Jebol Pagar DPR


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler