Pentingnya Kesopanan, Integritas, dan Kebajikan dalam Dunia Bisnis

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta

Minggu, 28 Januari 2024 – 08:51 WIB
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Gejolak dan dominasi perusahaan multinasional di era globalisasi, sering kali para pelaku usaha terjebak dalam pandangan yang mereduksi bisnis menjadi sekadar kumpulan angka-angka, pencapaian laba, dan akumulasi keuntungan.

Meskipun begitu, esensi sejati dari kehidupan bisnis seharusnya melampaui batas-batas ekonomi sempit dan merambah ke wilayah kesopanan, integritas, dan pengembangan kebajikan.

BACA JUGA: Hasil SPI KPK 2023, Jawa Tengah Raih Predikat Integritas Tertinggi

Sejalan dengan perkembangan, para pelaku bisnis dapat mengamati bahwa banyak diskusi dalam ranah kajian ekonomi dan pemikiran kewirausahaan tampaknya perhatian terhadap nilai-nilai dasar tersebut.

Salah satu pandangan yang terus berkembang, sebagaimana dikemukakan oleh Solomon (1999), menyoroti bahwasanya melihat bisnis sebagai entitas yang terpisah, yang berdiri sendiri dengan aturan-aturan dan tujuan keberadaan sendiri, merupakan pandangan yang terlalu sempit.

BACA JUGA: Sahroni Dukung Langkah KPK Sediakan Forum Paku Integritas untuk 3 Capres

Perspektif demikian memberikan pemahaman bahwa bisnis seharusnya tidak hanya diukur dari segi kewirausahaan yang nyata, seperti kebijaksanaan finansial dan ketahanan operasional, melainkan juga harus senantiasa memperhatikan keutamaan-keutamaan sipil dan kemasyarakatan.

Dengan demikian, bisnis seharusnya menjadi bentuk perwujudan nilai-nilai yang membentuk hubungan positif dengan lingkungan sekitar dan memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks demikian, analisis Solomon (1999) menunjukkan bahwa kepedulian terhadap pelanggan, karyawan, dan masyarakat menjadi hal yang sangat penting.

Bisnis yang berfokus pada kepedulian membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan dengan pihak-pihak terkait.

Selain itu, kerja sama dan kepercayaan, baik dengan pesaing maupun sekutu, juga menjadi fondasi yang krusial untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.

Keberadaan bisnis tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan komunitas. Slogan seperti "bisnis adalah bisnis" terlalu sederhana dan kurang mencerminkan kenyataan bahwa bisnis seharusnya menjadi bagian integral dari kehidupan manusia.

Etika bisnis seharusnya tumbuh dan berkembang dalam komunitas kecil seperti keluarga, lingkungan sekitar, ruang kelas, dan jemaat.

Akan tetapi sungguh ironis, makin besar perusahaan, makin mudah kehilangan pandangan etis dalam berbisnis.

Perusahaan multinasional dengan keuntungan miliaran dolar, jutaan pemegang saham, dan ratusan ribu karyawan dapat membuat banyak orang melihatnya sebagai entitas impersonal.

Hal ini menciptakan pandangan bahwa korporasi hanya "fiksi hukum" yang diciptakan untuk membatasi tanggung jawab dan mencari keuntungan semata.

Dampak dari pandangan ini adalah kehilangan rasa integritas dalam dunia bisnis. Manajer dan pekerja merasa terbebani oleh tekanan impersonal dari posisi mereka, yang terkadang membuat mereka melupakan nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi dasar dari setiap tindakan.

Penting bagi para pelaku usaha mengubah paradigma mereka. Bisnis bukan hanya tentang mencari keuntungan semata, tetapi juga tentang membangun hubungan yang berkelanjutan, memberikan dampak positif pada masyarakat, dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil menurut Solomon (1999) didasarkan pada kesopanan, integritas, dan pengembangan kebajikan.

Hanya dengan mengembalikan kemanusiaan dalam dunia bisnis, kita dapat menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan bermakna bagi semua pihak terlibat.

Kesopanan dalam berbisnis mengandung unsur etiket’ Akan tetapi nilai yang terkandung dalam etiket bisa jadi mencerminkan adab orang dalam berbisnis. Bukan hanya tampilan luarnya saja tetapi dari dalamnya memproyeksikan kualitas diri yang baik.

Perilaku baik termasuk kesopanan dapat diterima berdasarkan budaya, karena masyarakat disosialisasikan berdasarkan lingkungan budaya mereka.

Menurut Segal dan Giacobbe (dalam Annamaria & Kozma, 2014) hal ini menghasilkan bahwa budaya mungkin memainkan peran penting dalam menentukan standar etika.

Keanekaragaman budaya umumnya digunakan dalam konteks internasional, namun makin pentingnya kelompok etnis membuat pembicaraan tentang keragaman budaya dalam lingkungan multikultural menjadi relevan.

Dalam analisis Solomon (1999) integritas bukan hanya suatu kebajikan tunggal, melainkan merupakan sintesa dari berbagai kebajikan yang bekerja sama untuk membentuk karakter yang koheren.

Dalam pengertian moral, integritas mencerminkan keutuhan kebajikan, keutuhan pribadi, dan keutuhan sebagai bagian integral dari entitas yang lebih besar, seperti komunitas, korporasi, masyarakat, kemanusiaan, dan kosmos.

Pengembangan kebajikan, terkait dengan perbuatan-perbuatan bijak yang terus berkembang dalam diri para pelaku bisnis. Mereka tidak hanya memikirkan profit, tetapi lebih jauh yakni kesejahteraan bersama.

Berbagai kegiatan diukur melalui pengalaman yang direfleksikan yang kemudian menjadi kebajikan kultural yang berpengaruh pada cara bertindak seseorang.

Meskipun sering disalahgunakan dan dianggap kuno dalam iklim sinisme saat ini, integritas menunjukkan pandangan holistik tentang diri sendiri dan nilai-nilai yang lebih tinggi.

Di samping itu, istilah ini seringkali disalahgunakan, terutama dalam bidang politik, sehingga terkesan idealis dan tidak realistis.

Catatan Akhir

Era globalisasi yang dipenuhi oleh dominasi perusahaan multinasional, pandangan sempit yang hanya memandang bisnis dari segi ekonomi, angka-angka, dan keuntungan perlu ditinggalkan.

Tulisan ini menekankan pentingnya mengintegrasikan kesopanan, integritas, dan pengembangan kebajikan dalam setiap aktivitas bisnis.

Analisis Solomon (1999) mengkritisi pandangan bahwa bisnis harus dilihat sebagai entitas terpisah dengan aturan dan tujuan sendiri, dan menyoroti perlunya memperhatikan nilai-nilai sipil dan kemasyarakatan.

Meskipun risiko kehilangan nilai-nilai tersebut semakin besar -- seiring dengan pertumbuhan perusahaan --, perubahan paradigma menjadi kunci untuk menjaga kesopanan, integritas, dan pengembangan kebajikan dalam dunia bisnis.

Penting bagi pelaku bisnis untuk memandang bisnis bukan hanya sebagai alat mencari keuntungan semata, tetapi juga sebagai sarana membangun hubungan berkelanjutan dan memberikan dampak positif pada masyarakat.(fri/jpnn)


Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Friederich Batari, Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler