jpnn.com - SURABAYA – Langkah Pemkot Surabaya untuk menutup lokalisasi Dolly semakin kuat. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mulai menggunakan pendekatan personal kepada warga untuk menarik simpati agar menyetujui penutupan lokalisasi itu. Pemkot ingin memenuhi keinginan warga, baik untuk mendapat pekerjaan maupun modal usaha.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan, saat ini penutupan lokalisasi Dolly sudah sampai pada pendekatan personal. Jadi, pendekatan dilakukan kepada setiap orang. ”Pendekatan personal sudah diterapkan,” jelasnya.
BACA JUGA: Bupati tak Akan Kabulkan PNS yang Mau Pindah
Misalnya, ada seorang kepala keluarga yang ditanya keinginannya seperti apa agar tetap mendapat penghasilan selain dari lokalisasi. Ternyata, ada yang ingin anaknya bekerja sebagai linmas, tentu pemkot akan memberi fasilitas. ”Warga yang ingin mendapat modal usaha juga kami berikan modal,” ujarnya.
Dia mengatakan, saat ini sudah ada 120 orang yang setuju untuk mendapat bantuan modal dari pemkot. Ratusan orang itu memiliki profesi yang bervariasi, seperti penjual toko kelontong, pemilik usaha laundry, bahkan penjual miras. ”Ada juga penjual miras itu yang mau dibantu. Tentu harus beralih profesi,” jelasnya.
BACA JUGA: Pulsa Listrik Sulit Didapat
Niat wali kota untuk menutup Dolly semakin kukuh setelah diketahui banyak kejahatan di kawasan zona merah itu. Menurut dia, beberapa waktu lalu, ada perempuan yang menjadi korban kejahatan di sekitar lokalisasi tersebut. Tas perempuan itu dirampas dan hampir saja diperkosa. ”Karena itu, polsek meminta untuk dipasang CCTV. Tentu kami turuti,” ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, sesuai data yang diterimanya, kejahatan di Surabaya didominasi peristiwa di lokalisasi tersebut. ”Cek saja, yang paling banyak terjadi kejahatan juga di area itu,” tegasnya.
BACA JUGA: Diduga Menganiaya, Pejabat Kota Serang Ditahan
Sementara itu, Wawali Surabaya Whisnu Sakti Buana menyatakan mendapat mandat dari wali kota untuk menemui warga di sekitar lokalisasi. Pertemuan itu bertujuan untuk mengetahui keinginan warga. ”Saya akan temui langsung semua warga,” paparnya.
Selama ini dinas sosial (dinsos) memang telah berupaya melancarkan penutupan lokalisasi. Sayang, belum semua warga tersentuh. Padahal, ada sekitar 500 kepala keluarga (KK) di enam rukun warga (RW) di Putat Jaya yang tinggal di situ. ”Semua harus ditangani. Jangan sampai ada yang tersisihkan,” terangnya.
Rencananya, hari ini Wawali bertemu dengan pihak kecamatan dan kelurahan. Setelah itu, pertemuan dengan warga akan dirancang. ”Dalam pertemuan dengan warga ini, nanti kami undang semua,” ujarnya.
Dia menargetkan, pertemuan dengan warga untuk mendapat masukan soal penutupan lokalisasi itu berlangsung pekan ini. ”Dengan target penutupan 19 Juni, pekan ini saya harus ketemu warga,” jelasnya.
Namun, masih ada masalah yang mengganjal. Yakni, adanya mucikari dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menolak penutupan lokalisasi itu. Whisnu menyatakan, sebenarnya kekuatannya ada pada warga. Jika keinginan warga telah dipenuhi, penutupan tentu akan didukung warga. ”Kalau warga sendiri yang mau menutup, siapa yang bisa menolak?” jelasnya.
Sementara itu, kemarin Gerakan Um Islam Bersatu (GUIB) Jatim, Pengurus Fatayat NU, dan GP Ansor menemui wali kota untuk menyatakan dukungannya dalam penutupan Dolly. Sekretaris GUIB M. Yunus mengatakan mendukung penuh penutupan tersebut.
Sementara itu, munculnya polemik yang menyatakan bahwa penutupan lokalisasi Dolly belum siap disayangkan Ketua PW NU Jatim KH Hasan Mutawakkil Alallah. Dia menilai sikap itu bertentangan dengan cita-cita masyarakat Surabaya dan sekitarnya.
Pernyataan Mutawakkil disampaikan saat Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Supomo bersama jajarannya bersilaturahmi ke kantor PW NU Jatim. Mutawakkil memahami bahwa pro dan kontra pasti ada. Tapi, jangan sampai kelompok yang demikian itu dituruti.
Mutawakkil menegaskan, penutupan lokalisasi tersebut merupakan cita-cita dan amanat masyarakat yang diamanahkan kepada pemerintah. Gubernur maupun wali kota memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan cita-cita itu. ”Bila ada yang menentang, sama artinya mereka berhadapan dengan masyarakat,” ucapnya.
Penutupan 19 Juni nanti merupakan realisasi rencana yang sudah muncul jauh-jauh hari. Jangan sampai batal dan tertunda lagi. Apalagi, persiapan sudah disusun secara rapi.
Terkait dengan adanya isu bakal muncul pengerahan massa yang menolak penutupan, Mutawakkil meminta aparat bertindak tegas. Sebab, penutupan lokalisasi sudah menjadi program pemerintah yang didukung masyarakat. Ketika ada yang menentang, secara tidak langsung mereka akan berurusan dengan hukum. ”Sudah sepatutnya ditindak,” tegasnya.
Bila mereka tetap memaksa, masyarakat yang tergabung dalam organisasi NU juga cukup banyak. Mereka siap turun ke lapangan untuk membantu pemerintah dalam memerangi kemaksiatan di masyarakat. Tapi, Mutawakkil meminta sebisa-bisanya jangan sampai ada pengerahan massa. ”Semua ada jalurnya, makanya aparat harus tegas,” tutur dia.
Silaturahmi tersebut berlangsung pukul 11.00. Supomo menyampaikan kondisi terakhir persiapan penutupan lokalisasi kondang itu. Pendekatan terus dilakukan. Selain itu, mantan camat Kenjeran tersebut memastikan, tidak ada penundaan lagi untuk pelaksanaan penutupan. ”Apa pun yang terjadi, tetap 19 Juni mendatang,” tandasnya.
Supomo juga menyatakan, pendekatan ke masyarakat terus dilakukan. Baik di lingkungan pekerja seks komersial (PSK), mucikari, maupun masyarakat setempat. Supomo yakin pendekatan secara berkelanjutan itu bakal membuahkan hasil. Sehingga penutupan nanti berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.(riq/idr/c9/c6/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bus Rombongan Atlet KONI Terbalik
Redaktur : Tim Redaksi