Hal ini dibuktikan dengan hasil pendataan bulanan IMS yang diakumulasikan dari 7 Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) yang ada di Tarakan dari bulan Januari hingga September 2012, bahwa usia 15 hingga 49 tahun, utamanya pria dominan terserang penyakit IMS jenis Gonorrhea atau Gonore (GO) atau disebut juga Kencing Nanah, sementara wanita dominan terserang penyakit Sifilis (Raja Singa) dan Kandidiasis. Data tersebut diperoleh dari kegiatan rutin Dinas Kesehatan yang melakukan pemeriksaan dan pendataan di lokalisasi. Untuk diketahui juga, 7 PKM di Tarakan telah melayani pengobatan penyakit IMS dan VCT.
Rincian tepatnya, ada 9 jenis penyakit IMS yang umum ditemukan atau ditangani 7 PKM di Tarakan sepanjang bulan Januari hingga September 2012, yakni Sifilis dengan 21 kasus tercatat, Gonorrhea (Gonore) 163 kasus, Servisitis 53 kasus, Suspect Gonore 5 kasus, Trikomoniasis 6 kasus, Urethritis Non-GO 96 kasus, Ulkus Mole 0 kasus, Herpes Genital 1 kasus dan Kandidiasis 181 kasus.
"Yang harus diketahui, data ini juga mencatat adanya penderita berulang. Artinya, ada penderita yang sebelumnya telah sembuh setelah berobat di PKM atau praktik dokter penyakit kelamin lainnya, namun ia kembali lagi melakukan praktik seks tidak sehat atau untuk pria biasanya disebut kebiasaan "jajan" dan wanita yang berprofesi di dunia malam, sehingga ia tertular lagi," urai Staf Pengelola Program HIV/AIDS-IMS Dinas Kesehatan Tarakan, Arbiati.
Dengan begitu maka jumlah total penderita, bisa saja berasal dari satu orang namun dengan kejadian penyakit yang berbeda waktu penyembuhannya.
Dari data di atas, Arbiati juga menyimpulkan bahwa dari kelompok usia 15 hingga 49 tahun tersebut, penderita penyakit IMS tadi bisa berasal dari kalangan pelajar. Hal ini sangat memungkinkan terjadi, karena banyak faktor dapat memicu remaja untuk melakukan seks tidak sehat atau diluar nikah. Di antaranya tatanan norma sosial di masyarakat, tatanan hubungan didalam sebuah rumah tangga serta filter penerimaan informasi dari berbagai media yang saat ini begitu mudahnya didapatkan.
"Penyakit IMS ini memang bisa disembuhkan secara total, yang penting penderitanya rutin melakukan pengobatan. Pun demikian, bagian terpenting dari proses ini adalah pencegahannya, yang harus melibatkan banyak sektor terkait seperti Dinas Pendidikan bila berhubungan dengan remaja dari kalangan pelajar, serta tatanan didalam rumah tangga," ungkap Arbiati lagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan dr H Khairul berharap agar edukasi seks dan kesehatan di kalangan remaja, dapat dilakukan sesuai kemampuan penerimaan remaja secara psikologis. Dari itu, didalam Peraturan Daerah Kota Tarakan tentang HIV/AIDS, telah diatur agar edukasi seks dan organ reproduksi tidak memaparkan cara berhubungan seksual.
"Saya kira, untuk kalangan pelajar SD (Sekolah Dasar) belum saatnya. Namun edukasi seks dan organ reproduksi ini dapat diberikan pada tingkatan pelajar SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas)," urai Khairul sembari menegaskan bahwa edukasi seks dan organ reproduksi pada tingkat SMP-SMA hanya sebatas pengenalan.
Pun demikian, yang menjadi permasalahan saat ini, akses informasi yang begitu terbuka, sangat memungkinkan kalangan remaja menerima informasi seksual dan organ reproduksi serta hal-hal yang belum saatnya diketahui secara tak terkendali. Bila sudah tak terkendali, maka si penerima informasi, utamanya remaja akan melakukan hal yang diterimanya tadi secara tidak tepat. "Dari itu, sayang sekali kita melihat banyak tindakan asusila dilakukan saat ini, dan ada beberapa yang melibatkan remaja," ungkapnya.
Selain tindakan asusila, penerimaan informasi yang belum saatnya serta salah pemahaman, juga akan membuat remaja mudah tertular penyakit IMS atau penyakit kelamin. Dijelaskan Khairul, jika merunut penggolongan berdasarkan usia, maka hampir semua usia dapat tertular penyakit IMS. Mulai dari bayi hingga orang tua. "Kalau ditanya soal apakah ada pelajar yang pernah tertular, maybe yes, maybe no. Kita tak bisa menyebutkannya, karena ini privasi dan ada kode etik yang harus dipatuhi praktisi kesehatan," ulasnya.
"Dari itu, harusnya pengenalan edukasi seks dan organ reproduksi dimulai dari SMP dan SMA, bukan SD. Hal ini juga dapat dikroscek kepada psikolog, terkait kesiapan pelajar dari tiap tingkatan," imbuhnya. Alasan lainnya, pada usia SMP, juga bertepatan dengan waktu beranjak dewasanya seorang remaja. Karena, saat itu wanita akan memasuki masa awal menstruasi (diperkirakan antara usia 11 hingga 13 tahun), begitupula pria akan memasuki masa pubertas atau akil balik pada usia 13 tahun.(ndy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pancaroba, Waspada Demam Berdarah
Redaktur : Tim Redaksi