jpnn.com, JAKARTA - Penyakit tuberkulosis atau TBC sama berbahayanya dengan COVID-19.
Bahkan, juga bisa mematikan bila tak diobati sampai tuntas.
BACA JUGA: Terlambat Suntik Kedua Vaksin COVID-19? Para Ahli Bilang Begini
Demikian dikemukakan Koordinator Substansi Tuberkulosis Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan dr. Tiffany Tiara Pakasi.
Tak hanya dampak, dua masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia itu juga memiliki kemiripan cara penularannya, yakni dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi dan organ pernapasan yang diserang.
BACA JUGA: Omongan Ganjar ini Tegas Banget Soal Pasang Baliho Jelang Pilpres 2024
Bila COVID-19 akibat infeksi virus SARS-CoV-2, sementara tubekulosis akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sama-sama menyerang organ pernapasan yakni paru-paru.
"Mari bekerja bahu membahu untuk mengatasi dua penyakit yang sebenarnya cara penularannya itu mirip dan juga efek mematikannya mungkin lebih cepat COVID-19 tetapi sebenarnya TBC juga mematikan jika tidak diatasi secara tuntas sampai sembuh," ujar dia dalam sebuah webinar kesehatan tentang TBC.
BACA JUGA: Pernyataan Yusril ini Tegas Banget ke Pemerintah!
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sebanyak 1,4 juta orang meninggal karena tuberkulosis pada tahun 2019.
Di seluruh dunia penyakit ini termasuk salah satu dari 10 penyebab kematian teratas dan penyebab utama dari agen infeksi tunggal (di atas HIV/AIDS).
Walau mematikan, TBC bisa diobati dan disembuhkan.
Sejak tahun 2000, diperkirakan 63 juta nyawa diselamatkan melalui diagnosis dan pengobatan TB.
Oleh karena itu, pasien tetap harus minum obat rutin hingga sembuh.
Kepatuhan minum obat juga membantu mencegah resistan obat yang membuat pengobatan lebih lama dan berpotensi menularkan kepada yang kontak.
Di sisi lain, pelayanan tuberkulosis pun diupayakan tidak berhenti walau di masa pandemi.
"TBC di masa COVID-19, pasiennya harus tetap minum obat. Kelompok yang rentan tolong jangan diabaikan khususnya anak-anak, ibu hamil, lansia, pasien dengan komorbid karena tetap perlu ditanggulangi TBC-nya juga," kata Tiara.
Tetapi, mengingat adanya penyesuaian di masa pandemi ini terkait logistik, maka ada relaksasi dalam pengambilan obat.
Tiara membolehkan obat diambil dari yang semula seminggu sekali menjadi dua minggu sekali.
Selain itu, demi pencegahan, orang yang sehat disarankan tetap menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan berolahraga rutin.
Kemudian, rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, memastikan rumah mendapatkan sinar matahari dan ventilasi udara memadai, memakai masker serta menerapkan etika batuk yang benar.
"Penting tetap ada edukasi untuk pencegahan TBC di masa pandemi COVID-19 ini," demikian tutur Tiara.(Antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Ken Girsang