jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan mengomentari kemungkinan ada warga yang terlambat untuk mendapatkan suntik kedua vaksin COVID-19.
Kemenkes menyebut keterlambatan penyuntikan vaksin dosis kedua selama masih dalam interval yang direkomendasikan para ahli, masih aman dan tidak akan mengurangi efektivitas vaksin pertama.
BACA JUGA: Jenderal Andika Buat Gebrakan Soal Tes Keperawanan, Mantap!
Artinya, antibodi masih dapat terbentuk dengan optimal melawan virus SARS-CoV-2.
Untuk vaksin Sinovac, jarak penyuntikan dosis pertama ke dosis kedua yakni 28 hari, sementara vaksin AstraZeneca 2 sampai 3 bulan.
BACA JUGA: Pancasila tak Bertentangan dengan Ajaran Islam, Begini Penjelasannya!
Lalu bagaimana bila melewati interval? Khusus untuk Sinovac, belum ada penelitian yang menunjukkan berapa lama waktu vaksin memberikan efektivitas yang optimal bila dosis duanya diberikan terlambat.
Demikian dikemukakan praktisi kesehatan sekaligus dokter sukarelawan COVID-19 dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dr. Muhamad Fajri Adda'i.
BACA JUGA: Kapolri: Hilangkan Sementara ini Perbedaan yang Ada
Walau begitu, kemungkinan perlu waktu lebih lama bagi vaksin yang memberikan efektivitasnya tetap ada.
Di sisi lain, penelitian juga belum tersedia mengenai kadar antibodi yang terbentuk apakah lebih baik atau justru buruk pada mereka yang terlambat disuntik dosis kedua.
"Pada prinsipnya vaksin Sinovac diberikan jaraknya 0-14 hari atau 28 hari, pada penelitiannya."
"Jadi kalau diberikan lebih dari itu, kita tidak tahu apakah lebih bagus atau lebih jelek pembentukan kadar antibodi yang dihasilkan," ujarnya, Jumat (13/8).
Inilah, alasan sebaiknya tak terlambat mendapatkan dosis kedua vaksin.
Kalaupun harus melewati interval misalnya tiga bulan sejak dosis pertama untuk Sinovac, maka segeralah mendapatkan suntikan kedua.
"Masih tetap lebih baik disuntikkan dalam rentang 3 bulan dibandingkan hanya dapat satu dosis saja atau tidak disuntikkan sama sekali untuk dosis kedua. Tetapi lebih bagus taat waktunya, 28 hari," ujar Fajri.
Dari sisi efektivitas, data dari Kementerian Kesehatan pada 128.290 tenaga kesehatan di DKI Jakarta pada 13 Januari-18 Maret 2021 memperlihatkan, dua dosis vaksin Sinovac dengan interval 2-4 minggu antara dosis pertama dan kedua efektif mencegah 94 persen COVID-19 bergejala pada hari ke-7,14, 21, 28 hingga 63 hari setelah dosis kedua.
Pemberian vaksin yang dikembangkan China National Pharmaceutical Group itu juga efektif dalam mencegah 96 persen perawatan akibat COVID-19 pada rentang hari yang sama usai dosis kedua diberikan.
Sementara untuk mencegah kematian karena COVID-19, vaksin ini diketahui efektif 98 persen setelah dosis kedua.
Sementara itu, saat dihubungi dalam kesempatan berbeda, ahli patologis klinis dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dr. Tonang Ari Dwi Ardyanto berpendapat makin terlambat disuntik dosis kedua, maka perlu waktu yang lebih lama bagi vaksin memberikan efektivitas optimal.
"Makin lama mundurnya, maka perlu waktu lebih lama lagi untuk memberikan efektivitas yang optimal. Maka sebaiknya kalaupun tidak benar-benar tepat sesuai jadwal, harus secepatnya diberikan," katanya.
Untuk vaksin Oxford-AstraZeneca, sebuah studi University of Oxford di Inggris menyatakan vaksin masih tetap efektif bahkan bila terlambat hingga 45 minggu.
Para peneliti menemukan penundaan yang lama berpeluang menghasilkan lebih banyak antibodi terhadap virus penyebab COVID-19 dan respons imun seluler.
Mereka mengatakan tingkat antibodi tetap meningkat hingga 1 tahun bahkan setelah dosis tunggal.
"Tetapi kami tidak benar-benar tahu saat ini dengan satu dosis berapa lama Anda bisa aman dengan tingkat perlindungan yang masih baik."
"Tetapi yang pasti, itu lebih dari 3 bulan," tutur peneliti Prof. Sir. Andrew Pollard seperti dikutip dari Medical News Today.
Untuk vaksin berbasis messenger RNA (RNA) seperti Pfizer-BioNTech, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) tak akan ada masalah selama mendapatkan dosis kedua dalam waktu 42 hari sejak dosis pertama.
Tetapi bila sudah lebih dari 42 hari, misalnya 43 atau 45 hari mungkin tidak terlalu jauh berbeda dalam hal respons imun.
Idealnya, harus menjadwalkan dosis Pfizer kedua pada tiga minggu setelah suntikan pertama.
Namun para ahli mengatakan bahkan jika terlambat lebih dari enam minggu, maka masih bisa mendapatkan suntikan kedua.
Data menunjukkan, bagian lain dari sistem kekebalan seseorang yakni sel B memori dan sel T bertahan cukup lama untuk memasang respons antibodi, bahkan jika suntikan kedua terlambat dari yang biasanya disarankan, ungkap profesor kedokteran dari University of Alabama di Birmingham sekaligus Direktur Alabama Vaccine Research Center, Dr. Paul Goepfert seperti dikutip dari ABC News.
Bicara mengenai perlindungan, pakar penyakit menular di NYU Langone Health sekaligus peneliti vaksin, Dr. Adam Ratner mengatakan belum ada penelitian yang secara khusus mengukur seberapa besar perlindungan yang diberikan dosis kedua vaksin bila lebih dari 42 hari.
Hal senada diungkapkan profesor kesehatan di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Dr. Anna Durbin.
Dia mengatakan bila dosis kedua vaksin baru didapatkan 8-12 minggu setelah dosis pertama, maka masih ada manfaatnya.
Sementara itu, menurut peneliti Thomas C. Kingsley dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, keterlambatan mendapatkan dosis kedua masih bisa mencegah antara 26-47 kematian per 100.000 orang dibandingkan bila tak ada penundaan.
Vaksin Pfizer tercatat mencegah keparahan dalam 28 hari atau lebih usai vaksinasi sekitar 95 persen dan kematian atau masuk IGD akibat COVID-19 sebesar 99 persen.
Vaksinasi menjadi upaya tambahan untuk melindungi Anda dan orang-orang di sekitar Anda dari potensi penularan COVID-19.
Demi mendapatkan perlindungan yang optimal, maka protokol kesehatan harus tetap dilakukan.
Data dari Kementerian Kesehatan dan laman covid19.go.id menunjukkan sudah sebanyak 51. 894.566 orang mendapatkan suntikan vaksin pertama hingga 12 Agustus.
Sementara untuk dosis kedua mencapai 25.744.850 orang, dengan total target sasaran vaksinasi nasional 208.265.720 orang.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang