jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Fraksi PKB Arzeti Bilbina menyatakan pemerintah dan legislatif saat ini sedang berupaya memperluas lapangan kerja sektor formal bagi generasi muda.
Hal ini sebagai respons atas jumlah tenaga kerja yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus meningkat.
BACA JUGA: Menaker Yassierli dan Mendagri Tito Gelar Rakor, Bahas PHK hingga Upah Minimum 2025
"Pemerintah dan DPR harus bekerja sama untuk mengantisipasi dampak ekonomi dan ketenagakerjaan dari gerakan ini," ujar Arzeti saat dihubungi, Senin (11/11).
Arzeti juga menyerukan peningkatan dukungan pemerintah melalui insentif pajak bagi perusahaan lokal agar dapat mempertahankan tenaga kerja di tengah lesunya ekonomi.
BACA JUGA: Tangis Buruh Sritex Pecah Seusai Wamenaker Immanuel Ebenezer Memastikan Tidak Ada PHK
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), hingga 28 Oktober 2024, sebanyak 59.796 orang telah terdampak PHK, dengan konsentrasi terbesar di DKI Jakarta yang mencapai 14.501 orang, diikuti Jawa Tengah dengan 11.252 orang dan Banten 10.524 orang.
Terbaru, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), perusahaan nasional pemegang waralaba KFC di Indonesia, mengumumkan penutupan 47 gerai (6/11), yang berimbas terhadap efisiensi karyawan sebanyak 2.274 orang.
Tercatat dalam laporan keuangan, saat ini ada sebanyak 13.715 karyawan hingga 30 September 2024, dari 15.989 karyawan pada 31 Desember 2023.
Fathin, salah satu karyawan yang harus kehilangan pekerjaan imbas aksi boikot yang dilakukan sejumlah masyarakat.
Dia mengaku bahwa omzet perusahaan tempatnya bekerja menurun, sehingga dirinya terpaksa dirumahkan.
“Restoran tutup karena tidak sanggup memperpanjang kontrak gedung, omzet turun,” kata Fathin.
Di tengah persaingan dunia kerja yang ketat, Fathin menghadapi kesulitan menemukan pekerjaan baru.
"Saya tidak tahu pasti penyebab sulitnya mencari kerja sekarang. Mungkin karena situasi ekonomi yang memang lagi sulit di mana-mana. Setelah di-PHK, saya bingung mau kerja apa lagi, sementara kebutuhan keluarga terus berjalan," ungkapnya.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebutkan ada dua faktor yang mendorong PHK massal, yaitu pelemahan daya beli masyarakat dan juga gerakan boikot.
“Jadi, kalau daya beli turun, ini terimbas pada produk-produk industri yang dibeli makin sedikit,” kata Tauhid.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra