JAKARTA - Penyitaan aset-aset yang diduga bersumber dari sebuah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh aparat penegak hukum harus logis. Hal itu di ungkapkan Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang (Money Loundring) dari Universitas Trisakti Yenti Ganarsih, Minggu (17/2), menyikapi aksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyita sejumlah rumah milik bekas Kepala korlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM dan dugaan TPPU.
Ia menegaskan, KPK memang harus logis dalam menyita suatu aset. "Apakah aset tersebut berkaitan dengan waktu maupun besaran uang yang diduga menjadi bagian dari TPPU," kata Yenti.
Menurut Yenti, seorang terdakwa pun bisa melakukan pembuktian terbalik (dalam proses persidangan) bahwa aset-asetnya yang disita bukanlah bersumber dari TPPU.
Kata Yenti, dengan demikian fakta persidangan akan menjelaskan apakah aset-aset itu memang bagian atau sebaliknya bukan dari TPPU. "Fakta persidangan yang akan menjelaskan nanti," papar Yenti.
Praktisi Hukum Malik Bawazier menilai akuntabilitas penyidikan kasus Simulator SIM harus mampu secara tepat, proporsional dan jelas dalam pembuktian predikat crime.
Menurutnya, salah satu unsur terpenting dalam suatu proses penyidikan dari suatu dugaan pidana. "Apalagi penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana extraordinary crime yaitu dugaan tindak pidana korupsi adalah Akuntabilitas dari penyidikan itu sendiri," kata Malik.
Ia menilai dalam kasus Djoko, penyidik KPK demi menjaga akuntabilitas penyidikannya harus mengacu pada pembuktian atas core utama atau predikat crimenya dulu. Menurutnya, hal itu mutlak. "Setelah predikat crime-nya terbukti barulah menerapkan undang-undang TPPU," jelas dia.
Atas dasar itu pula Malik menilai penyitaan sejumlah rumah milik Djoko Susilo adalah sesuatu yang janggal. Malik mengatakan, KPK seyogyanya mampu menjelaskan mengenai dasar-dasar penyitaan dalam akuntabilitas proses penyidikan yang dilakukan, apakah benar sudah tepat dan memang aset-aset tersebut milik tersangka dan apakah benar ada korelasi langsung secara hukum kepemilikan aset-aset tersebut dengan pembuktian atas predicate crime-nya.
Menurut Malik, KPK jangan malu-malu sebagai satu lembaga yang sangat serius dalam menangani extraordinary crime untuk dapat menjelaskan secara transparan kepada publik maupun tersangka. "Bahwa akuntabilitas penyidikan yang selama ini dilakukan itu sudah tepat dan proporsional," ujarnya.
Hal ini, sambung Malik, berkaitan dengan kredibilitas KPK sebagai lembaga penegak hukum yang menjadi harapan masyarakat. "Penyitaan aset ini jangan sampai menjadi beban berat bagi KPK dalam membuktikannya di persidangan," pungkasnya.
Seperti diketahui, KPK pekan kemarin memasang plang sita di rumah yang diduga milik Djoko yang dijerat pasal TPPU. Rumah-rumah itu berada di Solo, Semarang dan Yogyakarta. (boy/jpnn)
Ia menegaskan, KPK memang harus logis dalam menyita suatu aset. "Apakah aset tersebut berkaitan dengan waktu maupun besaran uang yang diduga menjadi bagian dari TPPU," kata Yenti.
Menurut Yenti, seorang terdakwa pun bisa melakukan pembuktian terbalik (dalam proses persidangan) bahwa aset-asetnya yang disita bukanlah bersumber dari TPPU.
Kata Yenti, dengan demikian fakta persidangan akan menjelaskan apakah aset-aset itu memang bagian atau sebaliknya bukan dari TPPU. "Fakta persidangan yang akan menjelaskan nanti," papar Yenti.
Praktisi Hukum Malik Bawazier menilai akuntabilitas penyidikan kasus Simulator SIM harus mampu secara tepat, proporsional dan jelas dalam pembuktian predikat crime.
Menurutnya, salah satu unsur terpenting dalam suatu proses penyidikan dari suatu dugaan pidana. "Apalagi penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana extraordinary crime yaitu dugaan tindak pidana korupsi adalah Akuntabilitas dari penyidikan itu sendiri," kata Malik.
Ia menilai dalam kasus Djoko, penyidik KPK demi menjaga akuntabilitas penyidikannya harus mengacu pada pembuktian atas core utama atau predikat crimenya dulu. Menurutnya, hal itu mutlak. "Setelah predikat crime-nya terbukti barulah menerapkan undang-undang TPPU," jelas dia.
Atas dasar itu pula Malik menilai penyitaan sejumlah rumah milik Djoko Susilo adalah sesuatu yang janggal. Malik mengatakan, KPK seyogyanya mampu menjelaskan mengenai dasar-dasar penyitaan dalam akuntabilitas proses penyidikan yang dilakukan, apakah benar sudah tepat dan memang aset-aset tersebut milik tersangka dan apakah benar ada korelasi langsung secara hukum kepemilikan aset-aset tersebut dengan pembuktian atas predicate crime-nya.
Menurut Malik, KPK jangan malu-malu sebagai satu lembaga yang sangat serius dalam menangani extraordinary crime untuk dapat menjelaskan secara transparan kepada publik maupun tersangka. "Bahwa akuntabilitas penyidikan yang selama ini dilakukan itu sudah tepat dan proporsional," ujarnya.
Hal ini, sambung Malik, berkaitan dengan kredibilitas KPK sebagai lembaga penegak hukum yang menjadi harapan masyarakat. "Penyitaan aset ini jangan sampai menjadi beban berat bagi KPK dalam membuktikannya di persidangan," pungkasnya.
Seperti diketahui, KPK pekan kemarin memasang plang sita di rumah yang diduga milik Djoko yang dijerat pasal TPPU. Rumah-rumah itu berada di Solo, Semarang dan Yogyakarta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Disebut seperti Bima
Redaktur : Tim Redaksi