jpnn.com - JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dua terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah di Mahkamah Konstitusi Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun dengan pidana penjara masing-masing selama enam tahun.
Jaksa menilai Hambit yang merupakan Bupati Gunung Mas nonaktif dan Cornelis yang menjabat Komisaris PT Berkala Maju Bersama dianggap terbukti menyuap Akil Mochtar yang kala itu menjabat Ketua MK sebesar Rp 3 miliar. Suap itu diberikan melalui politisi Partai Golkar Chairun Nisa.
BACA JUGA: MS Kaban: Penunjukkan Langsung PT Masaro Sesuai Aturan
Uang Rp 3 miliar itu diberikan untuk mempengaruhi Akil dalam memutuskan perselisihan Pilkada Gunung Mas diajukan oleh pasangan Alfidel Jinu-Ude Arnold Pisi dan duet Jaya Samaya Monong-Daldin.
"Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa pertama Hambit Bintih dan terdakwa kedua Cornelis Nalau Antun dengan pidana penjara selama enam tahun dikurangi masa tahanan," kata Jaksa Ely Kusumastuti saat membacakan tuntutan Hambit dan Cornelis dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (27/2).
BACA JUGA: Dirawat, Adik Atut Dibantarkan
Dalam berkas tuntutan Hambit dan Cornelis yang tebalnya mencapai 261 halaman, jaksa juga menuntut pidana denda kepada Hambit dan Cornelis sebesar Rp 200 juta. Jika tidak dibayar, keduanya diganjar dengan hukuman kurungan selama tiga bulan.
Menurut Jaksa Sigit Waseso, Hambit dan Cornelis terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
BACA JUGA: Presiden Menangis dengar Kisah Anak Miskin Berprestasi
Dalam memberikan tuntutan, jaksa memberikan pertimbangan memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan pada saat pemerintah sedang berupaya memberantas tindak pidana korupsi.
"Sedangkan hal yang meringankan para terdakwa belum pernah dihukum, bersikap jujur dalam persidangan, mengakui kesalahan dan menyesalkan perbuatan," ujar Jaksa Ely.
Jaksa Ely menyatakan, Hambit bersama-sama dengan Cornelis menyuap Akil dengan uang SGD 294,050; USD 22 ribu; dan Rp 766 ribu atau setara Rp 3 miliar serta Rp 75 juta melalui Nisa. Menurut jaksa, duit itu diberikan Hambit dan Cornelis dengan harapan majelis hakim dipimpin Akil dengan anggota Maria Farida Indrati dan Anwar Usman menolak gugatan Pilkada Gunung Mas di MK diajukan pasangan Alfidel Jinu-Ude Arnold Pisi dan duet Jaya Samaya Monong-Dading dan menguatkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gunung Mas.
Akil meminta kepada Nisa supaya Hambit menyiapkan dana sebesar Rp 3 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat. Pada 26 September 2013, Hambit dan Cornelis menemui Chairun Nisa di Hotel Borobudur, Jakarta. Saat itu, Nisa juga memperlihatkan pesan singkat dari Akil kepada Hambit. Isinya adalah Akil meminta imbalan Rp 3 miliar dan diberikan dalam bentuk Dolar Amerika. Hambit dan Cornelis pun menyanggupi.
Hambit kemudian meminta Cornelis menyiapkan sejumlah uang buat diberikan kepada Akil melalui Nisa pada 2 Oktober 2013. Pada 30 September 2013, Hambit mengontak Nisa menyatakan dana buat Akil sudah siap.
Pada 2 Oktober 2013, Nisa mengontak Akil akan memberikan duit suap dari Hambit dan Cornelis. Akil menyanggupi akan menerima duit itu di rumah dinas MK yang terletak di Jalan Widya Chandra III nomor VII, Jakarta Selatan. Saat itu, Nisa datang bersama Cornelis membawa duit suap itu. Tak lama kemudian mereka ditangkap oleh tim penyidik KPK. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK: Usulan Menkopolhukam Menambah Masalah
Redaktur : Tim Redaksi