GIRI--Perahu bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lombok Barat tahun 2012 di Kecamatan Sekotong diduga menjadi ajang bisnis beberapa oknum. Setelah menerima bantuan perahu beserta mesinnya itu, perahu itu kemudian dijual ke nelayan sekitar Sekotong.
"Bagaimana tidak dijual Pak, yang dapat bantuan tidak bekerja di laut. Sementara kami nelayan tidak pernah diberikan bantuan," kata Awaludin, nelayan dari Dusun Orong Bukal, Desa Gili Gede, Kecamatan Sekotong pada Lombok Post (Grup JPNN), Rabu (10/4).
Awal masih ingat, perahu bantuan tahun 2012 bercat kuning dengan tulisan Lombok Barat Bangkit itu banyak diberikan pada warga di daratan Lombok, Desa Tawun dan Desa Pelangan. Warga yang dapat perahu itu memang tinggal di dekat laut. Tapi, menurut Awal, mereka bukan pelaut. Itulah sebabnya bantuan yang diberikan itu dijual kembali ke nelayan sebenarnya.
Di kampung halaman Awal, ada belasan nelayan yang setiap hari melaut. Dengan perahu kecil dan mesin ketinting, mereka keluar melaut malam hari. Seluruh perahu yang mereka pakai itu murni hasil usaha sendiri. Sementara itu beberapa mesin perahu yang mereka pakai dibeli dari warga penerima bantuan mesin.
Perahu bercat kuning Lombok Barat Bangkit yang parkir di Orong Bukal saat ini memang milik nelayan setempat. Setelah ditelisik lebih jauh, nelayan pemilik perahu itu, Sapurah dan Nyambong adalah tangan kedua. Nelayan ini membeli perahu itu dari warga di daratan Lombok. Mereka membeli dengan harga Rp 5 juta. "Lengkap semuanya dengan mesin," katanya.
Dikatakan, selama ini pemerintah memang kerap memberikan bantuan perahu, mesin, dan perlengkapan menangkap ikan bagi kelompok nelayan di Sekotong. Tapi, menurut Jamhur dan nelayan Gili Gede lainnya, bantuan itu tidak pernah tepat sasaran. "Yang dapat bantuan justru bukan nelayan tulen," ujarnya.
Dia mencontohkan seluruh nelayan yang ada di kampungnya bisa memiliki beberapa perlengkapan bantuan itu setelah menebus. Tebusan itu istilah lain dari membeli. Mereka membeli perlengkapan itu dari penerima bantuan. "Mau tidak mau kami beli karena butuh. Tapi kadang harganya sangat tinggi," katanya.
Jamhur meminta perlu ada pengawasan ketat untuk penerima bantuan nelayan. Sebab, di wilayah Sekotong, kini banyak yang tidak lagi menjadi nelayan. Tapi ketika ada bantuan selalu mereka yang dapat. Sementara nelayan asli, tidak kunjung mendapat bantuan. "Perahu kuning itu contohnya. Yang parkir di sini (Gili Gede,red) itu dibeli," katanya menyebut perahu bantuan DKP tahun 2012.
"Sekarang kami kapok bikin kelompok nelayan, kami hanya diperalat orang-orang yang pintar," sambungnya.
Selain tidak tepat sasaran, Jamhur juga meminta kejelasan perahu penyelamat yang pernah diberikan pemerintah. Sekitar dua tahun silam, pemerintah pernah memberikan bantuan perahu dengan ukuran cukup besar. Perahu itu khusus digunakan untuk mencari nelayan yang hilang. "Sekarang perahu itu yang hilang. Entah dijual kemana, dan entah siapa yang menjual," katanya. (fat)
"Bagaimana tidak dijual Pak, yang dapat bantuan tidak bekerja di laut. Sementara kami nelayan tidak pernah diberikan bantuan," kata Awaludin, nelayan dari Dusun Orong Bukal, Desa Gili Gede, Kecamatan Sekotong pada Lombok Post (Grup JPNN), Rabu (10/4).
Awal masih ingat, perahu bantuan tahun 2012 bercat kuning dengan tulisan Lombok Barat Bangkit itu banyak diberikan pada warga di daratan Lombok, Desa Tawun dan Desa Pelangan. Warga yang dapat perahu itu memang tinggal di dekat laut. Tapi, menurut Awal, mereka bukan pelaut. Itulah sebabnya bantuan yang diberikan itu dijual kembali ke nelayan sebenarnya.
Di kampung halaman Awal, ada belasan nelayan yang setiap hari melaut. Dengan perahu kecil dan mesin ketinting, mereka keluar melaut malam hari. Seluruh perahu yang mereka pakai itu murni hasil usaha sendiri. Sementara itu beberapa mesin perahu yang mereka pakai dibeli dari warga penerima bantuan mesin.
Perahu bercat kuning Lombok Barat Bangkit yang parkir di Orong Bukal saat ini memang milik nelayan setempat. Setelah ditelisik lebih jauh, nelayan pemilik perahu itu, Sapurah dan Nyambong adalah tangan kedua. Nelayan ini membeli perahu itu dari warga di daratan Lombok. Mereka membeli dengan harga Rp 5 juta. "Lengkap semuanya dengan mesin," katanya.
Dikatakan, selama ini pemerintah memang kerap memberikan bantuan perahu, mesin, dan perlengkapan menangkap ikan bagi kelompok nelayan di Sekotong. Tapi, menurut Jamhur dan nelayan Gili Gede lainnya, bantuan itu tidak pernah tepat sasaran. "Yang dapat bantuan justru bukan nelayan tulen," ujarnya.
Dia mencontohkan seluruh nelayan yang ada di kampungnya bisa memiliki beberapa perlengkapan bantuan itu setelah menebus. Tebusan itu istilah lain dari membeli. Mereka membeli perlengkapan itu dari penerima bantuan. "Mau tidak mau kami beli karena butuh. Tapi kadang harganya sangat tinggi," katanya.
Jamhur meminta perlu ada pengawasan ketat untuk penerima bantuan nelayan. Sebab, di wilayah Sekotong, kini banyak yang tidak lagi menjadi nelayan. Tapi ketika ada bantuan selalu mereka yang dapat. Sementara nelayan asli, tidak kunjung mendapat bantuan. "Perahu kuning itu contohnya. Yang parkir di sini (Gili Gede,red) itu dibeli," katanya menyebut perahu bantuan DKP tahun 2012.
"Sekarang kami kapok bikin kelompok nelayan, kami hanya diperalat orang-orang yang pintar," sambungnya.
Selain tidak tepat sasaran, Jamhur juga meminta kejelasan perahu penyelamat yang pernah diberikan pemerintah. Sekitar dua tahun silam, pemerintah pernah memberikan bantuan perahu dengan ukuran cukup besar. Perahu itu khusus digunakan untuk mencari nelayan yang hilang. "Sekarang perahu itu yang hilang. Entah dijual kemana, dan entah siapa yang menjual," katanya. (fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Bengkulu Hanya Kena Sanksi Moral
Redaktur : Tim Redaksi