“Seperti contoh, air sungai Kusan sudah berwarna cokelat akibat dampak perambahan hutan,” katanya kepada Radar Banjarmasin (JPNN Grup).
Disebutkan, akibat perambahan hutan ini negara dirugikan karena tidak jelas kewajibannya dalam membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Padahal aturannya sudah jelas, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan,” jelasnya.
Dikatakan, perambah hutan ini kebanyakan tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP). Karena itu, peran serta aparat penegak hukum dan instansi yang terkait sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian hutan dan mencegah kerugian negara yang lebih besar lagi.
“LP3MTB berharap mereka dapat segera mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya aktivitas perambahan hutan yang luas lagi, terutama di kawasan hutan lindung,” terangnya.
Dari hasil pantauan LP3MTB di lapangan, aktivitas perambahan hutan lindung ini sudah terjadi cukup lama berlangsung. Namun, hingga saat ini kegiatan tersebut masih tetap dilakukan, tanpa ada upaya dari aparat penegak hukum, khususnya yang terkait dengan kegiatan perambahan hutan. (tim/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Upal Disuplai Dari Jawa
Redaktur : Tim Redaksi