Peran Dunia Usaha Sangat Vital dalam Mengamankan Pangan Nasional

Senin, 07 Oktober 2024 – 19:58 WIB
Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan pengurangan ketergantungan terhadap produk impor untuk menghadapi ancaman krisis pangan global. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Krisis pangan global makin mengkhawatirkan hingga mendesak perhatian dunia seiring dengan meningkatnya ketidakstabilan pasokan pangan di berbagai negara.

Produksi pertanian yang menurun di banyak wilayah dunia akibat faktor perubahan iklim yang ekstrem, ketergantungan tinggi impor pada produk pangan maupun suplai pertanian turut menambah tekanan pada harga komoditas pangan global.

BACA JUGA: Asosiasi Kedelai Indonesia Siap Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Di sisi lain, apa yang disebut sebagai scarring effect meninggalkan jejak yang mendalam pada rantai pasok global, dengan banyaknya negara yang masih berjuang memulihkan ekonomi dan sektor pertaniannya.

Hal ini kemudian diperburuk dengan kondisi geopolitik yang melahirkan kebijakan pembatasan maupun sanksi ekspor yang mencakup produk pangan.

BACA JUGA: Lewat Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah, PT BLI Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Data Food Security Update Edisi September 2024 dari World Bank menunjukkan hingga akhir September 2024, 16 negara telah menerapkan 22 larangan ekspor pangan, dan 8 negara telah menerapkan tindakan pembatasan ekspor.

Berdasarkan laporan Euromonitor dalam Agrochemical Industry in Indonesia, mencatat bahwa kebutuhan bahan baku pestisida Indonesia tergolong tinggi.

BACA JUGA: ID Food Punya Strategi Jitu untuk Hadapi Tantangan Ketahanan Pangan Nasional

Dalam periode antara 2019-2023 nilai impor bahan baku pestisida utamanya produk karbamasi seperti Methomyl, Carbofuran, Carbosulfran, Carbaryl dan Buthyl Penyl, Methyl Carbamate (BPMC) tumbuh sebesar 2,8 persen hingga mencapai Rp 8 triliun pada 2023.

Pada periode 2021-2022 harga bahan baku tersebut mengalami peningkatan yang disebabkan oleh gangguan rantai pasok, peningkatan biaya produksi dan logistik akibat kapasitas produksi yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi COVID-19.

Demikian halnya dengan bahan baku pupuk, laporan Euromonitor menyebutkan bahwa selama periode peninjauan nilai impor bahan baku pupuk Indonesia tumbuh kuat sebesar 7,4 persen dengan nilai mencapai Rp 30,2 triliun pada 2023.

Bahkan, mengalami peningkatan harga pada 2021-2022 seiring dengan belum optimalnya produksi dan prioritas pemenuhan kebutuhan dalam negeri negara-negara produsen seperti Tingkok, Kanada, Rusia, Belarusia dan Jerman.

Meski demikian, harga pupuk pada 2023 mengalami penurunan yang disebabkan oleh rendahnya permintaan akibat El Nino.

Berdasarkan Global Food Security Index 2022, Indonesia memperoleh skor yang baik dalam aspek keterjangkauan pangan, tetapi masih terdapat pekerjaan rumah dari aspek ketersediaan pangan untuk berbagai indikator seperti kecukupan pangan, penelitian dan pengembangan dan akses terhadap agro input.

Salah satu faktor yang dikhawatirkan adalah kesiapan industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan produk agro input dalam skala besar.

Isu tersebut tentunya dicermati oleh pelaku bisnis agro input dalam negeri. Salah satu Perusahaan Agro Input Nasional yaitu PT Delta Giri Wacana (DGW Group) telah melakukan upaya penguatan bisnis dengan meningkatkan kapabilitas dan kapasitas produksinya.

Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor serta meningkatkan kontribusi bauran bahan baku nonimpornya, DGW Group membangun pabrik karbamasi dengan kapasitas produksi 3.300 ton per tahun di tiga tahun pertama serta meningkat hingga mencapai 7.000 ton per tahun.

"Hal ini tidak hanya memungkinkan DGW Group untuk memenuhi kebutuhan produksi internalnya bahkan juga untuk memenuhi kebutuhan pasar pestisida domestik serta membuka kesempatan untuk ekspor," kata Direktur Utama DGW Group David Yaory.

Pada segmen pupuk, Pemerintah Indonesia juga tengah mengupayakan pengurangan ketergantungan terhadap produk impor.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik amonium nitrat. Fasilitas produksi tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah impor amonium nitrat yang mencapai 21 persen dari total kebutuhan industri.

Upaya DGW Group dalam mengurangi ketergantungan bahan baku impor direalisasikan dari kemampuan untuk memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi pada produk-produk agro input-nya.

Sehingga hal tersebut sejalan dengan upaya bisnis DGW Group untuk mengoptimalkan pasar domestik.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler