jpnn.com, JAKARTA - Pemenuhan kebutuhan dan menjaga ketahanan pangan menjadi isu yang penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya sangat besar dengan cakupan geografis luas.
Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mencapai hal itu melalui berbagai cara salah satunya dengan menggandeng berbagai pihak.
BACA JUGA: Kepengurusan Baru, Akindo Fokus pada Kolaborasi & Ketahanan Pangan
"Kami siap mendukung program pemerintah untuk menciptakan ketahanan pangan nasional," ujar Ketua Umum Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Hidayatullah Suralaga, Senin (7/10).
Hidayatullah baru saja terpilih sebagai ketua umum Akindo pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) belum lama ini.
BACA JUGA: Bendungan Temef jadi Kunci Ketahanan Pangan di NTT
Munaslub juga menunjuk Rayfarrell Dwia sebagai sekretaris jenderal dan Rossy Wanandi sebagai bendahara.
“Melalui Munaslub ini, kami berharap Akindo dapat memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan anggotanya dan masyarakat luas,” katanya.
BACA JUGA: Terdakwa Korupsi Ketahanan Pangan di Semarang Divonis Bebas
Sekjen Akindo, Rayfarrell Dwia dalam pernyataannya menekankan pentingnya kolaborasi dan mengajak pelaku usaha kedelai lainnya untuk bergabung dengan Akindo.
Dia meminta Akindo digunakan sebagai wadah penyampaian aspirasi kepada pemerintah, sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lebih tepat guna dan sesuai sasaran
“Mari kita bergandengan tangan untuk memperluas jaringan dan jangkauan, sehingga kemanfataan asosiasi ini bisa dinikmati oleh semuanya ,” ujarnya.
Di sisi lain, Akindo juga berkomitmen untuk turut mendukung program pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan kedelai dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan berbeda dengan beras, kedelai memang bukan kebutuhan pokok masyarakat.
Namun, jika bahan makanan yang satu ini menghilang di pasaran dan harganya melonjak tinggi, pemerintah bakal kebingungan dan akan mendapat tekanan dari perajin tahu dan tempe.
“Ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, di mana harga kedelai mencapai Rp 135 sampai Rp 145 ribu per kilogram. Hilangnya kedelai diikuti dengan berhentinya produksi tempe yang sudah begitu lekat dengan rakyat,” tuturnya.
Dia mengingatkan pengurus baru Akindo untuk lebih berhati hati, karena tantangan yang akan dihadapi akan lebih berat.
Situasi di Timur Tengah yang makin panas dan perang Rusia–Ukraina yang tak kunjung berakhir akan berpengaruh pada harga kedelai di pasar global. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lewat Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah, PT BLI Dukung Ketahanan Pangan Nasional
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad