Perang Sabah dan 'Perang' Politik Dalam Negeri Malaysia

Rabu, 20 Maret 2013 – 06:41 WIB
LAHAD DATU - Peperangan antara pasukan gerilyawan Sulu melawan 10 ribu pasukan tentara Malaysia masih berlangsung. Hingga kemarin (19/3) dilaporkan 62 pihak kelompok Sulu tewas sedangkan di pihak Malaysia delapan polisi dan dua tentara tewas. Operasi yang diberi sandi Daulat sudah memasuki hari ke 17.

Di balik baku tembak di kawasan Kampung Tanduo, Tanjung Batu dan Sungai Bilis, Lahad Datu itu,"perang" dalam politik dalam negeri Malaysia juga memanas. Sebab, bulan depan negeri jiran itu dijadwalkan akan mengadakan pemilihan raya. Walaupun, jadwal yang pasti, sesuai aturan politik Malaysia, hanya Perdana Menteri Datuk Moh Najib Tun Abdul Razak yang tahu.

Pihak oposisi, atau dalam bahasa Malaysia disebut kaum pembangkang diserang habis-habisan oleh kubu Najib. Gara-garanya, adalah pernyataan Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) Tian Chua yang dianggap menghina tentara Malaysia. Orang kedua di PKR setelah Anwar Ibrahim itu kini dilaporkan di 90 balai polis (kantor polisi) di seluruh Malaysia.

Tak hanya itu, Tian Chua juga diserang secara fisik dimana-mana. Fotonya dibakar di berbagai demonstrasi. Yang terbaru, di kawasan Junjong, Penang, Malaysia hari Minggu (17/3) Tian Chua diserbu sekitar 40 orang saat datang di acara PKR. Mobilnya juga sempat dilempari batu.

Saat Jawa Pos meliput di Lahad Datu (4-13 Maret), Tian Chua sebenarnya juga hendak datang ke kota tempat perang berlangsung itu. Namun, karena alasan keamanan dia membatalkan kunjungannya. Pada Jawa Pos, Tian Chua bersedia diwawancarai melalui telepon dan dilanjutkan dengan wawancara melalui email pribadinya.

Saat ditanya apakah operasi Daulat berjalan efektif, aktivis kelahiran 21 Desember 1963 itu menilai semua berjalan tidak transparan. "Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab di benak masyarakat. Akses media pun sangat terbatas," ujarnya.

Anggota parlemen Malaysia dari daerah pemilihan Batu itu menjelaskan asal mula dirinya menjadi the most wanted man di Malaysia. "Pernyataan saya telah dipolitisasi. Saya menyebut operasi di Lahad Datu itu bisa jadi merupakan upaya pengalihan perhatian karena ada kontroversi terkait pemberian kartu identitas untuk warga asal Filipina agar bisa memilih," katanya.

Pernyataan itu disampaikan Tian Chua pada Februari sebelum jatuh korban di kedua belah pihak. Belakangan, pernyataannya dipublikasikan ulang setelah ada anggota polisi dan tentara yang tewas. "Partai penguasa sekarang mengincar saya sebagai musuh publik. Ini adalah intimidasi bagi oposisi," tambahnya.

Tian Chua tidak mau berspekulasi apakah operasi Daulat di Lahad Datu sengaja diulur-ulur agar Barisan Nasional (kubu pemerintahan Najib) menang. "Saya tidak bisa mengatakan itu. Tapi yang jelas, pemerintah memanfaatkan perang ini untuk menumbuhkan rasa patriotisme dan dukungan rakyat," katanya.

Jawa Pos memang menyaksikan kampanye yang masif terhadap Operasi Daulat ini di media Malaysia. Di jalanan, spanduk-spanduk dukungan bertebaran. Wajah PM Najib muncul hampir setengah jam sekali dalam intro laporan Operasi Daulat di TV1 dan TV3 Malaysia.

Menurut Tian Chua, wilayah Sabah sebenarnya sangat rawan jatuh ke pihak oposisi. "Sampai sekarang, Sabah sangat kritis bagi partai penguasa. Jika mereka kalah kursi di Sabah, mereka bisa kalah keseluruhannya," ujar aktivis yang menempuh studi di Australia ini.

Tian Chua menyebut, penyebab utama masuknya gerilyawan Sulu ke Lahad Datu belum teridentifikasi dengan jelas. "It is very complex issue," katanya. Secara domestik, Tian Chua berpendapat ada kaitannya dengan kesalahan prosedur imigrasi Malaysia. "Ini terkait dengan gagalnya menjaga hubungan baik dengan negara tetangga (Filipina) dan kegagalan intelijen," tambahnya.

Tian Chua mengusulkan dibentuk semacam komisi independen untuk melakukan investigasi. "PKR berpendapat ASEAN perlu dilibatkan dalam krisis ini. Kita harus membangun kepercayaan yang tulus dengan negara tetangga. Jangan hanya demi kepentingan satu negara atau satu partai politik," kata pria yang fotonya menghadang tank militer dalam protes 1999 menjadi headline di berbagai media internasional itu.

Tian Chua menyebut, problem mendesak Malaysia adalah kebebasan pers. "Hukum pers di Malaysia sangat represif dan sebagian besar media di Malaysia tidak berani mengritik penguasa," katanya.

Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Ahmad Zahid Hamidi dalam berbagai kesempatan di media Malaysia menyebut pernyataan oposisi terkait operasi Lahad Datu tidak berdasar dan menyakiti hati tentara dan keluarga yang ditinggalkan.

Datuk Ahmad bahkan menantang PKR untuk datang langsung ke medan perang tanpa pengawalan polisi atau tentara. "Pergi sendiri, tengok sendiri, tak perlu bantuan polis," kata Datuk Ahmad.

Perdana Menteri Datuk Moh Najib Tun Abdul Razak memang menaruh perhatian sangat spesial pada operasi Lahad Datu. Orang nomor satu di Malaysia itu mengunjungi langsung pasukannya pada hari ketiga Operasi Daulat (6 Maret). Dia disambut suka cita oleh para tentara dan polisi yang bertugas.

PM Najib juga mengumumkan wilayah Sabah Timur sebagai special security area atau dalam bahasa Malaysia disebut sebagai kawasan keselamatan khas. Daerah keamanan khusus itu meliputi jalur antara Kudat hingga Tawau, meliputi Sandakan, Semporna, Lahad Datu, dan Kunak. Total kurang lebih 1.400 kilometer sepanjang pantai timur Sabah. Penerapan kawasan keselamatan khas itu yang kedua setelah pernah diberlakukan Malaysia pada 1972 saat krisis Serawak.       

Di berbagai forum, Najib menegaskan wilayah Sabah adalah wilayah sah Malaysia. "Kita akan pertahankan Sabah selama-lamanya. Ini demi marwah kedaulatan negara," ujarnya.

Dalam siaran langsung Conversation With The PM yang disiarkan TV 1 dan TV 3 pada 12 Maret, Najib menyesalkan pihak oposisi yang menggunakan isu Lahad Datu sebagai upaya politik.

"Saya hendak sampaikan pada seluruh rakyat Malaysia, bahwa pencerobohan Lahad Datu adalah soal keamanan negara. Tidaklah elok mengaitkannya dengan politik," katanya. (rdl/oki)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikunjungi Obama, Israel Kerahkan 5 Ribu Polisi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler