jpnn.com, TRIPOLI - Pertempuran di Tripoli, Libya, kian panas. Bom berjatuhan dari udara sejak Sabtu (20/4) hingga kemarin pagi, Minggu (21/4). Pertempuran paling sengit terjadi di distrik-distrik di bagian selatan kota tersebut. Sasarannya adalah wilayah-wilayah yang sudah dikuasai pasukan Libyan National Army (LNA) pimpinan Jenderal Khalifa Haftar.
"Tujuh serangan udara diarahkan ke area yang dikuasai LNA," tegas Perdana Menteri Libya Fayez Al Serra seperti dikutip BBC.
BACA JUGA: Cerita Jokowi soal Perang Suku Berkepanjangan yang Hancurkan Afghanistan
Sejak Libya bergolak pada 2011 dan Moamar Khadafi digulingkan, negara tersebut karut-marut. Perang sipil kedua kembali terjadi pada 2014. Setahun setelahnya, Haftar ditunjuk untuk memimpin LNA. Dia menyerang kantong-kantong militan ISIS dan kroni-kroninya di Libya. Agustus 2016, Haftar menyatakan menolak untuk mendukung Government of National Accord (GNA) yang dipimpin Serra. Pemerintahan Serra diakui PBB.
BACA JUGA: Libya Bergolak, Pasukan Pemberontak Kepung Ibu Kota
BACA JUGA: Di Pesantren, Jokowi Bicara Bahaya Perang Saudara
GNA menguasai Tripoli dan wilayah sekitarnya. Sedangkan LNA membentuk pemerintahan sendiri yang berkuasa di sisi timur. Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), dan Rusia mendukung Haftar sejak awal. Baru-baru ini Gedung Putih juga menyatakan bahwa Presiden AS Donald Trump pun memberikan dukungan untuknya.
LNA menyerang Tripoli sejak 4 April lalu. Pasukan GNA berusaha membalik serangan dan mengusirnya. Gara-gara serangan yang memanas itu, wilayah udara di kota tersebut sempat disterilkan selama beberapa jam pada Sabtu malam. Penerbangan keluar dan masuk Bandara Internasional Mitiga, Tripoli, dialihkan ke Bandara Misrata yang berjarak 200 kilometer di sisi timur.
BACA JUGA: Termakan Hoaks, Empat ABG New York Rakit Bom untuk Serang Komunitas Muslim
Sejak terdampak serangan udara 8 April lalu, Bandara Internasional Mitiga tidak beroperasi sepanjang hari. Bandara tersebut hanya buka pada pukul 17.00-08.00. Kemarin pagi bandara sudah kembali normal.
Sejak pertempuran pecah, sudah 227 nyawa yang melayang. Selain itu, 1.128 orang luka-luka. Sebagian besar korban adalah warga sipil. Kedua pihak saling tuding sengaja menyerang penduduk setempat dalam pertempuran di darat. (sha/c10/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menderita dan Dilupakan Dunia, Ibu-Ibu Sudan Turun ke Jalan
Redaktur & Reporter : Adil